Fiqh pbs
Resume sejarah riba, perbandingan riba, bunga
dan bagi hasil
Sejarah riba
Riba telah dikenal pada masa peradaban Farao di Mesir, peradaban Sumeria,
Babilonia dan Asyuriya di Irak, dan peradaban Ibrani Yahudi.Termaktub dalam
perjanjian lama bahwa diharamkan Yahudi mengambil riba dari orang Yahudi, namun
dibolehkan orang Yahudi mengambil riba dari orang diluar Yahudi.
Tidak dapat dipastikan kebenaran perkiraan di
atas kecuali keberadaan riba pada peradaban Yahudi. Karena Alqur’an menjelaskan
bahwa Bani Israil (umat Nabi Musa AS) melakukan riba dan Allah-pun telah
melarang mereka memakan riba. Allah berfirman,
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.“
(QS. An Nisaa: 160-161)
Kemudian umat Yahudi memperkenalkan riba kepada
bangsa arab di Semenanjung Arabia, tepatnya di kota Thaif dan Yatsrib (kemudian
dikenal dengan Madinah).
“Riba jahiliyah
telah dihapuskan. Riba pertama yang kuhapuskan adalah riba Abbas bin Abdul
Muthalib, sesungguhnya riba telah dihapuskan seluruhnya”. (HR. Muslim).[1]
Perbandingan riba, bunga
dan bagi hasil
1. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistic, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil . Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namuun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa iba adalah pengambian tambahan, baik dalam transaksi jual beli
maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah
dalam islam.
Mengenai hal ini, Allah
SWT berfirman mengingatkan dalam firman-Nya
“hai orang-orang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil . . . . .
.” (an-Nisa : 29).[2]
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
a. penentuan
bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
|
a. penentuan
bunga besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi
|
b. besarnya
persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
|
b. besarnya
rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
c. pembayaran
bunga tetap seperti yang dijanjinkan tanpa pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
|
c. bagi hasil
bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
|
d. jumlah
pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
keadaan ekonomi sedang “booming”
|
d. jumlah
pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
|
e. eksistensi
bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam.
|
e. tidak ada
yang meragukan keabsahan bagi hasill.[3]
|
Kesimpulan yang dapat saya
ambil
Dapat dikatakan konsep riba dan bunga yang diterapkan pada bank
sekarang hampir sama dilihat dari bunga dan riba sama-sama berupa tambahan
terhadap harta pokok lalu riba dan bunga pasti menguntungkan orang yang
memungut riba dan bunga, ditentukan diawal berupa tambahan terhadap harta pokok,
alasan yang dipakai untuk memungut tambahan terhadap harta pokok karena telah
merelakan modal (uang) yang bisa digunakan untuk kepuasan diri sendiri dipinjamkan
kepada orang lain sehingga terdapat keinginan yang ditahan dan waktu untuk menerima
pengembalian atas pinjamaan maka perlu diambil kemanfaatan atas 2 hal tadi
berupa tambahan terhadap harta pokok, dapat menzolimi orang yang meminjam uang
apabila dalam berjalannya waktu dia tidak dapat membayar hutang. Sedangkan bagi
hasil jelas sesuai dengan konsep islam yang adil, bahwa terdapat resiko yang
bisa terjadi terhadap orang yang melakukan mitra untuk berusaha (tidak selalu
untung). Begitu juga apabila terdapat keuntungan dibagi secara nisbah yang
telah ditetapkan dari awal sehingga bisa saja bagi hasil “lebih menguntungkan”
bagi pemilik modal meminjamkan uangnya atau bermitra dengan prinsip bagi hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar