RESUME
KONSEP DASAR BRAND
DOSEN
PENGAMPU : Dr. Sri Syahbanita / Handes, M.Kom
MATA KULIAH : KOMUNIKASI PEMASARAN PERBANKAN
SYARIAH
DI SUSUN
O
L
E
H
Fachri Adha
(1142310045)
SEMESTER
/ KELAS: VI/A
FAKULTAS SYARI’AH DAN
EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH
PONTIANAK 2016/2017
Brand image
Brand image adalah persepsi dari konsumen akan sebuah merek yang muncul (reflected) dari asosiasi suatu merek yang ada diingatan konsumen.[1]
Brand image adalah persepsi dari konsumen akan sebuah merek yang muncul (reflected) dari asosiasi suatu merek yang ada diingatan konsumen.[1]
Sukses tidaknya
strategi bauran pemasaran tergantung dari konsumen terhadap produk
yang ditawarkan oleh
perusahaan. Pada umunya
proses keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk terjadi
apabila timbul dari keinginan pada dirinya. Hal ini dapat bmengalami perubahan dengan mempertimbangkan dalam
menggunakan salah satu
unsur yang terdapat
dalam bauran pemasaran yaitu produk. Ada beberapa unsur penting yang
terdapat dalam produk, salah satunya adalah brand image. (Enden Novita Dewi,
2013:40).
Sebuah brand
membutuhkan image untuk
mengkomunikasikan kepada khalayak dalam
hal ini pasar
sasarannya tentang nilai-nilai
yang terkandung didalamnya. Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada
apa yang masyarakat ketahui atau kira tentang
perusahaan yang
bersangkutan. Oleh karena
itulah perusahaan yang memiliki
bidang usaha yang
sama belum tentu
memiliki citra yang
sama pula dihadapan orang atau
konsumen. Citra merek menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam mengambil
keputusan penting. (Alfian, 2012:25).
Sedangkan
menurut Tjiptono (2005:49) pengertian brand image adalah “Deskripsi tentang
asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap
merek tertentu”.[2]
Menurut Joseph
Plummer (dalam Lutiary
Eka Ratri, 2007:54),
citra merek terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1.Product attribute
(atribut produk) merupakan hal-hal
yang berkaitan
dengan
merek tersebut sendiri, seperti kemasan, rasa, harga dan lain-lain.
2.
Consumer benefits (keuntungan konsumen) merupakan kegunaan produk dari
merek
tersebut.
3.
Brand personality (kepribadian
merek) merupakan asosiasi
yang mengenai kepribadian sebuah
merek apabila merek tersebut adalah manusia.[3]
BRAND EQUITY
Menurut
Susanto dan Wijanarko (2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek
yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan,
menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi
pemasaran (p. 2). Keller (1993) juga menyatakan bahwa brand equity adalah
keinginan dari seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak.
Pengukuran dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan
bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia (p. 43).[4]
Menurut
Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7
indikator, yaitu:
1.
Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut
non-harga.
2.
Stability: kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.
3.
Market: kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor.
4.
Internationality: kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya atau
masuk ke negara atau daerah lain.
5.
Trend: merek menjadi semakin penting dalam industri.
6.
Support: besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek.
7.
Protection: merek tersebut mempunyai legalitas (p. 147).
Menurut
Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat
dikelompokkan ke dalam 5 kategori:
a.
Brand awareness
Beberapa
pengertian brand awareness adalah sebagai berikut:
°
Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek
tertentu.
°
Menurut East (1997), “Brand awareness is the recognition and recall of a brand
and its differentiation from other brands in the field” (p. 29).
Artinya
brand awareness adalah pengakuan dan pengingatan dari sebuah merek dan
pembedaan dari merek yang lain yang ada di lapangan.
Jadi
brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang
menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.[5]
Ada
4 tingkatan brand awareness yaitu:
1.
Unaware of brand (tidak menyadari merek)
Merupakan
tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen
tidak menyadari akan adanya suatu merek.
2.
Brand recognition (pengenalan merek)
Tingkat
minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih
suatu merek pada saat melakukan pembelian.
3.
Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)
Pengingatan
kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan
merek tertentu dalam suatu kelas produk.
Hal
ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari
tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek
tersebut.
4.
Top of mind (puncak pikiran)
Apabila
seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang
tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak
disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak
konsumen.
Ada
4 indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen aware
terhadap sebuah brand antara lain:
1.
Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek apa
saja yang diingat.
2.
Recognition yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut
termasuk dalam kategori tertentu.
3.
Purchase yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke dalam
alternatif pilihan ketika akan membeli produk/layanan.
4.
Consumption yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merek ketika sedang
menggunakan produk/layanan pesaing.
b.
Perceived quality
Didefinisikan
sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.
c.
Brand association
Adalah
sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah produk.
Asosiasi
ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.
Keterikatan
pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau
penampakan untuk mengkomunikasikannya.
d.
Brand loyalty
Merupakan
ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas memiliki
tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
1.
Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali
tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek
memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis
konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen
switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam
melakukan pembelian).
2.
Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan,
atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi
ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama
apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli
tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
3.
Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan
(switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya
untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan
konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan
penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
4.
Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut.
Pilihan
konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol,
rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi.
Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan
emosional dalam menyukai merek.
5.
Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Para pelanggan mempunyai
suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek
tersebut sangat penting bagi pelanggan baik dari segi fungsinya, maupun sebagai
ekspresi mengenai siapa pelanggan sebenarnya(commited buyers).
e.
Other proprietary brand assets
Adalah
hal-hal lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi turut membangun
brand equity (pp. 127-134).
Sedangkan
menurut Kim dan Kim (2004), brand equity meliputi 4 hal, antara lain loyalitas
merek, perceived quality, citra merek, dan brand awareness.[6]
Brand Life Cycle
Siklus hidup produk (Product Life Cycle) adalah konsep penting yang
memberikan suatu pemahaman mengenai dinamika kompetitif dari suatu produk.
Product Life
Cycle
Siklus Hidup Produk atau Product Life Cycle ini yakni suatu grafik
yang menggambarkan suatu riwayat produk sejak diperkenalkan ke dalam pasar
sampai dengan ditarik dari pasar . Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini
adalah suatu konsep yang penting didalam pemasaran dikarenakan memberikan
pemahaman yang mendalam tentang dinamika bersaing suatu produk. Konsep
Siklus Hidup Produk atau Product Life Cycle dipopulerkan oleh levitt (1978)
yang setelah penggunaannya dikembangkan dan juga diperluas oleh
para ahli lainnya.[7]
Tahap yang terdapat didalam Siklus Hidup
Produk (Product Life Cycle) suatu produk – Terdapat yang menggolongkannya
menjadi
- introduction
- growth
- maturity
- decline
- termination.
Sementara itu ada juga yang
menggemukakan bahwa keseluruhan tahap – tahapan dalam Siklus Hidup Produk
(Product Life Cycle) itu terdiri atas
- introduction
(pioneering)
- rapid
growth (market acceptance)
- slow
growth (turbulance)
- maturity
(saturation)
- decline
(obsolescence).
Walaupun demikian pada
dasarnya yang digunakan ialah penggolongan ke dalam empat tahapan,
yakni :
- introduction
- growth
- maturity
- decline.[8]
Konsep Pengelolaan brand secara
kontinue
Telah
dikatakan di atas bahwa sebuah brand (merk) adalah simbol, nama, tanda, atau
desain yang dibentuk sedemikian rupa untuk mengenalkan jasa atau barang yang
diproduksi oleh perusahaan tertentu. Karena itulah nama sebuah brand (merk)
harus dapat diucapkan dengan mudah.
Selain
itu, tanda brand (merk) merupakan bagian intrinsik dari brand (merk) yang bisa
dikenali secara visual namun tidak bisa diucapkan.
Ini
didapat dari penggunaan huruf, warna, desain, dan simbol yang khas. Untuk
membangun sebuah identitas brand (merk), perusahaan harus memperhatikan
beberapaa hal di bawah:
1) Pelengkapan brand (merk), dalam arti menggunakan
lebih dari satu brand (merk) yang bekerja di bawah satu atap. Anda bisa
mengambil contoh pada Samsung yang mengeluarkan seri laptop (VITA), Smartphone
(seri Galaxy), dan lain sebagainya.
2) Kekuatan pendorong, yakni membuat daya
tarik melalui brand (merk) terkenal yang pada intinya merupakan cara untuk
menarik minat orang-orang baru maupun untuk mengajak pelanggan lama untuk lebih
banyak berinteraksi dengan produk yang diusung oleh brand (merk) tersebut.
3) Kondisi yang mendorong penetapan nama
suatu brand (merk) mestilah memperhatikan beberapa hal, di antaranya permintaan
atas produk cukup besar, memiliiki standar kualitas yang mudah dipertahankan,
memiliki produk dengan nilai persepsi tinggi, serta memiliki produk yang mudah
dikenali.
4) Menyadari bahwa produk akan lebih mudah
dikenali jika memiliki nama brand (merk) yang: menggambarkan manfaat dan
kualitas produk, mudah diucapkan nama brand (merk)nya, memiliki kekhasan nama,
mudah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing (bila di masa depan ingin melaukan
ekspansi brand (merk)), serta terdaftar dan memiliki perlindungan hukum.
5) Memiliki sebuah produk yang memiliki nilai
persepsi tinggi. Dalam hal ini, sebuah nama brand (merk) akan berkualitas
seiring dengan kualitas produk yang dipersepsikan melaluinya.
6) Sebuah produk harus memiliki nama brand
(merk) dengan standar dan kualitas yang sangat mudah dipertahankan, baik secara
nilai maupun secara hukum.
Karena
itulah penting bagi sebuah perusahaan untuk mulai mempertimbangkan pemberian
nama brand (merk) yang mencerminkan kualitas produk yang dijualnya.
Sebagaimana
telah disebut di atas, nama brand (merk) adalah janji lisan dan verbal yang
diajukan melalui iklan dan moda pemasaran lainnya. Karena itulah menjadi
penting bagi sebuah perusahaan untuk memilih nama yang mencerminkan kualitas
produk yang diciptakannya.
Kendati
demikian, persoalan belum selesai hanya pada ranah pemberian nama brand (merk).
Ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan yang sudah
mengeluarkan nama brand (merk) untuk produk yang dihasilkannya.
Tantangan
inilah yang kemudian harus dihadapi dan dikelola dengan baik supaya nama brand
(merk) yang sudah telanjur dibentuk memiliki kualitas sepadan dengan apa yang
dijanjikannya. Paragraf berikut akan menjelaskan lebih lanjut perihal tantangan
yang harus dihadapi untuk mempertahankan kualitas nama brand (merk).[9]
[1] https://communicationista.wordpress.com/2009/07/03/branding-strategy/
[2] repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/.../Bab%202.pdf?...7
[3] repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/.../Bab%202.pdf?...7
[4] http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/05/brand-equity-kekuatan-suatu-merek.html
[5] http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/05/brand-equity-kekuatan-suatu-merek.html
[6] http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/05/brand-equity-kekuatan-suatu-merek.html
[7] http://www.gurupendidikan.com/pengertian-siklus-hidup-produk-terlengkap/
[8] http://www.gurupendidikan.com/pengertian-siklus-hidup-produk-terlengkap/
[9] http://ahlimanajemenpemasaran.com/2014/04/artikel-yang-sangat-lengkap-dan-detil-tentang-brand-management-manajemen-merk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar