Manajemen
Resiko Bank Syariah
Oleh
: Khamim
Fachri adha (sebagai org yang merapikan tulisan)
A. Pendahuluan
Sebagai
sebuah entitas bisnis, dalam kegiatan usahanya bank menghadapi resiko-resiko
yang memiliki potensi mendatangkan kerugian. Resiko ini tidaklah bisa selalu
dihindari tetapi harus dikelola dengan baik tanpa harus mengurangi hasil yang
harus dicapai. Resiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat
kepada Bank dalam menghasilkan laba. Agar manfaat tersebut dapat diraih maka
para pengambil keputusan harus mengerti tentang risiko dan pengelolaannya.
Risiko
dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events)
yang dapat menimbulkan kerugian. Menurut Woorkbook level 1 Global Association
of Risk Professionals- Badan Sertifikasi Manajemen Resiko (2005: A4) resiko
didefinisikan sebagai “Chance of bad outcome” Maksudnya Risiko yaitu suatu
kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan , yang dapat
menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola
semestinya.
Resiko
dalam bidang perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negatif pada pendapatan maupun permodalan bank. Resiko-resiko
tersebut tidak dapat dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan. Resiko
ini haruslah dimanaj sedemikian rupa untuk dapat diminimalisir potensi
terjadinya.
Seperti
juga perbankan pada umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan
tata kelola yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang
disebut sebagai manajemen resiko.
Berdasarkan
keadaan dan lingkungan yang mempengaruhinya, resiko yang dihadapi bank dapat
dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu (1) Resiko yang bersifat sistemik
(Systemic Risk), yakni resiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi
tertentu yang bersifat makro seperti perubahan situasi politik, perubahan
kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan kondisi dan situasi pasar, situasi
krisis atau resesi yang akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian secara
umum. Dan (2) Risiko yang tidak sistemik (Unsystemic Risk) yaitu resiko unik
yang inheren atau melekat pada perusahaan atau industri.
Dan
berdasarkan kegiatan usahanya maka resiko tersebut mencakup; (1) Resiko Kredit
(Credit Risk) –bagi bank syariah Resiko Pembiayaan (Financing Risk)- (2) Resiko
Pasar (Market Risk) (3) Resiko Likuiditas (Liquidity Risk) (4) Resiko
Operasional (Operational Risk) (5) Resiko Hukum (Legal Risk) (6) Resiko
Reputasi (Reputation Risk) (7) Resiko Strategis (Strategic Risk) (8) dan Resiko
Kepatuhan (Compliance Risk).
B. Jenis-jenis Resiko Perbankan
1) Resiko Kredit (Credit Risk)
Resiko
kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman
yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Hal ini terjadi
sebagai akibat terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan
investasi karena dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditasnya sehingga
penilaian kredit menjadi kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai
kemungkinan resiko untuk usaha yang dibiayainya.
Resiko
menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi.
Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan
perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi
kewajiban membayar utang-utangnya. Demikian pula jika terjadi kenaikan tingkat
bunga.
Kerugian
bagi bank semakin bertambah apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit
tidaklah memadai atau meng-cover pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami
kesulitan yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet yang
terlampau besar.
Bagi
bank konvensional yang menyandarkan kegiatan usaha utamanya pada pemberian
kredit, kemampuan meminimalisasi resiko kredit ini menjadi fokus utama sebab
hal ini terkait langsung dengan kemampuannya untuk menghasilkan laba.
Dan
bagi bank syariah, dimana kegiatan usaha penyaluran kredit digantikan dengan
kegiatan jual beli, sewa, investasi dan partnership, manajemen resiko
pembiayaan akan memiliki karakteristik yang unik, misalnya;
a. Untuk transaksi Murabahah, bank syariah
menghadapi resiko tidak dipenuhinya pembayaran yang telah diperjanjikan secara
tepat waktu sementara bank telah melakukan penyerahan barang.
b. Untuk Ba’i al Salam dan Istisna, bank
menghadapi resiko kegagalan menyediakan barang dengan kualitas dan spesifikasi
sesuai pesananan atau gagal menyediakan barang tepat pada waktu yang telah
disepakati.
c. Untuk Ijarah, bank menghadapi resiko
rusaknya barang yang disewakan atau untuk kasus tenaga kerja yang disewa bank
kemudian disewakan kepada nasabah, timbul resiko tidak perform-nya pemberi
jasa.
d. Untuk Mudharabah, bank sebagai Shahibul
Mal mengahadapi resiko ketidak jujuran mudharib. Karakteristik dari Mudharabah
adalah bahwa bank tidak dimungkinkan untuk terlibat dalam manajemen usaha
Mudharib, yang mengakibatkan bank memiliki kesulitan tersendiri dalam assesment
maupun kontrol terhadap pembiayaan yang diberikan.
2) Resiko Pasar (Market Risk)
Resiko
pasar adalah resiko kerugian yang dapat dialami bank melalui portofolio yang
dimilikinya sebagai akibat pergerakan variabel pasar (adverse movement) yang
tidak menguntungkan. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga (interest
rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate).
Meskipun
bank syariah tidak berurusan dengan tingkat suku bunga, namun bagi Indonesia
yang menerapkan dual banking system resiko ini akan berpengaruh secara tidak
langsung yaitu pada pricing, mengingat nasabah yang dijangkau oleh bank syariah
bukan saja nasabah-nasabah yang loyal secara penuh terhadap syariah, tetapi
juga nasabah-nasabah yang akan menempatkan dananya ke tempat-tempat yang akan
memberikan keuntungan maksimal baginya tanpa memperhitungkan halal atau
haramnya.
Resiko
nilai tukar terjadi pada portofolio valuta asing yang dimiliki bank. Apabila
bank berada pada posisi beli (long position) melemahnya nilai tukar mata uang
lokal terhadap mata uang asing akan mengakibatkan kerugian bagi bank.
Sebaliknya jika bank berada pada posisi jual (short position) menguatnya nilai
tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing akan mengakibatkan kerugian bagi
bank.
3) Resiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Likuiditas
secara umum dapat didefinisikan sebagai kemampuan bank untuk dapat memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera. Nasabah menempatkan dananya di bank
dalam jangka pendek (maksimum pada deposito berjangka waktu 24 bulan),
sementara kredit atau pembiayaan umumnya adalah dengan jangka waktu yang lebih
panjang. Bank dituntut untuk dapat menyediakan kecukupan dana bagi kebutuhan
transaksi nasabah deposan. Ketidakmampuan bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditas ini bahkan bisa mengakibatkan bank mengalami kebangkrutan.
Resiko
likuiditas muncul manakala bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana (cash flow)
dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna
memenuhi dana yang mendesak.
Bagi
bank syariah, resiko likuiditas ini memiliki kesulitan tersendiri. Tidak
seperti pada bank konvensional dimana kesulitan likuiditas ini dapat diatasi
dengan pinjaman pasar uang antarbank (interbank call money market) dengan
imbalan bunga. Meskipun keadaan ini di Indonesia telah dapat diatasi melalui
pembentukan Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) pada tahun
2000 melalui instrumen Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) namun dengan
anggota dan volume yang relatif masih terbatas.
4) Resiko Operasional (Operational Risk)
Resiko
operasional adalah resiko akibat kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau
sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak
diharapkan. Resiko ini mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan
sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol yang akan berpengaruh pada
opersional bank.
Resiko
operasional ini merupakan kesatuan sistem dari komponen-komponen operasional
yaitu; sistem informasi, pengawasan internal, kesalahan manusia (human error),
kegagalan sistem dan ketidak cukupan prosedur dan kontrol. Keseluruhan komponen
tersebut haruslah mendapat perhatian guna menjamin keberlangsungan dan
kesinambungan operasional bank.
5) Resiko Hukum (Legal Risk)
Resiko
hukum adalah terkait dengan resiko bank yang menanggung kerugian sebagai akibat
adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini
diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat
syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6) Resiko Reputasi (Reputation Risk)
Resiko
reputasi adalah resiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait
dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank.
Hal-hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank antara lain adalah;
manajemen, pelayanan, ketaatan pada aturan, kompetensi, fraud dan sebagainya.
7) Resiko Strategis (Strategic Risk)
Resiko
strategis timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank
yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang
responsifnya bank terhadap perubahan-perubahan eksternal. Indikasi dari resiko
strategis ini dapat dilihat dari kegagalan bank dalam mencapai target bisnis
yang telah ditetapkan.
8) Resiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Resiko
kepatuhan timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya
peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah
ditetapkan baik ketentuan internal maupun eksternal.
Ketentuan
internal berkaitan dengan aturan-aturan tertentu yang merupakan kebijakan yang
ditetapkan manajemen, sedangkan ketentuan eksternal adalah ketentuan yang
ditetapkan Pemerintah, Otoritas Moneter (Bank Indonesia) dan Dewan Syariah
Nasional MUI.
Kajian
Bank Indonesia (2003) menyimpulkan disamping risiko perbankan secara umum
perbankan syariah memiliki keunikan dalam hal
· Potensi adanya risiko investasi
(income risk/equity investment risk)
· Risiko likuiditas yang spesifik
terkait dengan perbedaan return (rate of return risk)
· Market risk yang spesifik dari
perubahan harga persediaan
· Legal risk yang spesifik terkait
dengan transaksi menggunakan prinsip syariah
· Risiko
reputasi yang dikaitkan juga dengan pemenuhan prinsip syariah dalam operasional
bank.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar