RESUME
MATERI III (TIGA)
PRODUK & JASA PERBANKAN SYARIAH
DOSEN PENGAMPU : Dr. Nella Yantiana /
Eko Bahtiar. M.E.I
MATA KULIAH : BANK dan LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
DI SUSUN
O
L
E
H
HAJIJAH
(1142310083)
SEMESTER / KELAS: VI/A
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH
PONTIANAK 2016/2017
·
Produk & jasa Perbankan Syariah
Produk perbankan
syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana,
(II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.
1. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana pada
nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga
kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
Transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
Transaksi pembiayaan untuk usaha
kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan
prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua,
tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah
produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan
istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan
pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya
keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil
keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk
perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adaiah musyarakah dan
mudharabah.
1.1. Prinsip Jual Beli
(Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan
sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of
property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:
a. Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau
lebih dikenal sebagai murabahah. Murabahah berasal dari kata ribhu
(keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.
Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga
jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan
dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang
diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Salam
Salam adalah transaksi jual beli
di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang
diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak
sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip
jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan
waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktek perbankan, ketika
barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.
Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah
keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan
talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara
cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak
dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam
pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank
untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
Ketentuan umum Salam:
Pembelian hasil produksi harus
diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan
jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A” dengan
harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
Apabila hasil produksi yang
diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus
bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah
diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
Mengingat bank tidak menjadikan
barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka
dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli
kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini
disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Produk istishna menyerupai produk
salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam
beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum:
Spesifikasi barang pesanan harus
jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah
disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama
berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.
1.2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya
perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan
prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila
pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat
saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam
perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada
awal perjanjian.
1.3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang
didasarkan prinsip bagi hasil adalah:
a. Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil
adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi
musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk
dalam golongan musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber
daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi
dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading
asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan
(property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten
atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
Ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk
dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik
modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh
pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah
tidak boleh melakukan tindakan seperti:
Menggabungkan dana proyek dengan
harta pribadi.
Menjalankan proyek musyarakah
dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
Memberi pinjaman kepada pihak
lain.
Setiap pemilik modal dapat
mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
Setiap pemilik modal dianggap
mengakhiri kerjasama apabila:
¥ Menarik diri dari perserikatan
¥ Meninggal dunia,
¥ Menjadi tidak cakap hukum
Biaya yang timbul dalam
pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi
kontribusi modal.
Proyek yang akan dijalankan harus
disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk
musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik
modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama
dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak
mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang
kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk
setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil
shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba optimal.
Perbedaan yang esensial dari
musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan
keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal
dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau
lebih. musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian
kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan
menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran
untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk
melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan
merusak ajaran Islam.
Ketentuan umum
Jumlah modal yang diserahkan
kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa
uang atau barang yang dinyatakan
nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus
jelas tahapannya dan disepakati bersama.
Hasil dan pengelolaan modal
pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
¥ (Perhitungan dari pendapatan
proyek (revenue sharing)
¥ (Perhitungan dari keuntungan
proyek (profit sharing)
Hasil usaha dibagi sesuai dengan
persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank
selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
Bank berhak melakukan pengawasan
terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar
kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi
administrasi.
Mudharabah Muqayyadah
Karakteristik mudharabah
muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya adalah
terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan
pemilik modal.
1.4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar
untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah adalah transaksi
mengalihkan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah
lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan
piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu
melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi
antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan
menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian.
Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil
alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
b. Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib
memenuhi kriteria :
Milik nasabah sendiri.
Jelas ukuran, sifat, dan nilainya
ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
Dapat dikuasai namun tidak boleh
dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang
digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus
bertanggungjawab.
Apabila nasabah wanprestasi, bank
dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah
mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil
penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik
nasabah. Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah
menutupi kekurangannya.
c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu :
Sebagai pinjaman talangan haji,
dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum
keberangkatannya ke haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash
advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan
untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya
sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha
kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila
diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
Sebagai pinjaman kepada pengurus
bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya
kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan
melalui pemotongan gajinya.
d. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer
uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan
dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C,
apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement
L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah,
atau musyakarah.
Kelalaian dalam menjalankan kuasa
menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena force majeure menjadi
tanggung jawab nasabah.
Apabila bank yang ditunjuk lebih
dari satu, maka masing-masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa
musyawarah dengan bank yang lain, kecuali dengan seizin nasabah.
Tugas, wewenang dan tanggung
jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang
dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas
pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan
kesepakatan bersama.
Pemberian kuasa berakhir setelah
tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
e. Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan
dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah.
Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana di bank syariah
dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang
diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi ah dan
mudharabah.
2.1. Prinsip Wadiah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan
adalah wadi ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah
dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam
wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan
oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan
dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka
implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang
meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti
yang dilakukan Zubair bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman
Rasulullah SAW’.
Ketentuan umum dari produk ini
adalah:
Keuntungan atau kerugian dari
penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana
tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana
masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
Bank harus membuat akad pembukaan
rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan
persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek,
bilyet giro, dan debit card.
Terhadap pembukaan rekening ini
bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya
yang benar-benar terjadi.
Ketentuan-ketentuan lain yang
berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2.2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip
mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik
modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan
terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan
mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang
disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan
mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi2.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha
yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang
diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu:
a. Mudharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah
dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan
dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip
ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan umum dalam produk ini
adalah:
Bank wajib memberitahukan kepada
pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau
pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan; maka hal tersebut harus dicantumkan
dalam akad.
Untuk tabungan mudharabah, bank
dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan
atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank
wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada
deposan.
Tabungan mudharabah dapat diambil
setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun
tidak diperkenankan mengalami
saldo negatif.
Deposito mudharabah hanya dapat
dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang
diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito
baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak
perlu dibuat akad baru.
Ketentuan-ketentuan yang lain
yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Mudharabah Muqayyadah on
Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan
simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan
digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad
tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Karakteristik jenis simpanan ini
adalah sebagai berikut :
Pemilik dana wajib menetapkan
syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank wajib membuat akad yang mengatur
persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
Bank wajib memberitahukan kepada
pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan
atau pembagian keuntungan secara
resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
Sebagai tanda bukti simpanan bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya.
Untuk deposito mudharabah, bank
wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada
deposan.
c. Mudharabah Muqayyadah off
Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan
penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank
bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai
dan pelaksana usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini
adalah sebagai berikut :
Sebagai tanda bukti simpanan bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administratif.
Dana simpanan khusus harus
disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
Bank menerima komisi atas jasa
mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha
berlaku nisbah bagi hasil
2.3. Akad PelengkapUntuk
mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun
ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta
pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya
pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3. Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan
berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa
sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :
3.1. Sharf (Jual Beli Valuta
Asing)
Pada prinsipnya jual-beli valuta
asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini,
penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
3.2. ljarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain
penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi
dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.[1]
- Karekteristik
produk dan jasa perbankan syariah
PrInsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hokum islam antara bank bank dan pihak lain untuk penyimpana dana
ataupembiayaan kegiatan usaha atau kagiatan lainnya yang sesuai dengan syariah
islam.
Beberapa prinsip /hukum yang dianut oleh system
perbankan syariah antara lain :
a) Pembayaran terhadap
pinjamam dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan
sebelumnya tidak diperbolehkan.
b) Pemberi dana harus turut
berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha intitusi yang
meminjam dana.
c) Islam tidak
memperbolehkan “menghasilkan uaang dari uang”.uang hanya merupakan media
dan bukan komoditas.
d) Unsur gharar
(ketidakpastian spekulasi) tidak diperkenankan.kedua belah pihak harus
mengetahui dengan persis hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
e) Investasi hanya boleh
diberikan pada usaha-usaha yang tidak di haramkan dalam islam.usaha minuman
keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.[2]
- Perbedaan
produk dan jasa di Perbankan Syariah dengan produk dan jasa pada Perbankan
Konvensional
`A. Bank Syariah
1.
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah
Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai
ajaran Islam
2.
Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah
(simpanan) sesuai ajaran Islam
3.
Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelola ank
pada posisi yang sangat penting dan menmpatkan sikap akhlakul karimah sebagai
sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
4.
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan,
prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola
Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
5.
Prinsip bagi hasil:
1.
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi
2.
Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh
3.
Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan
4.
Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
5.
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek
itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak
B.Bank Konvensional
1.
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah
memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan
pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku
bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference).
Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga
yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari
tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini
bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2.
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola
Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak
belakang
3.
Sistem bunga:
1.
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu
untung untuk pihak Bank
2.
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkanPenentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus
selalu untung untuk pihak Bank
3.
Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat
ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
4.
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama
Islam
5.
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama
Islam
6.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.[3]
DAFTAR PUSTAKA
https://lanangtaruna.wordpress.com/2012/08/03/perbankan-syariah-serta-produk-produknya-lanangtaruna/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar