NAMA
: FACHRI ADHA
NIM
1142310045
KELAS/SEMESTER
: A/VI (ENAM)
JURUSAN
: PERBANKAN SYARIAH
MATA
KULIAH : BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
DOSEN
PENGAMPU: Dr. Nella Yantiana/ Eko Bahtiar. M.E.I
RESUME
MATERI
1
KONSEP
DASAR RIBA
IAIN
PONTIANAK
TAHUN
AJARAN : 2016/2017
JURUSAN
: PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
: SYARIAH & EKONOMI ISLAM
INDIKATOR MATERI
1 KONSEP DASAR RIBA ada 4 (empat) yaitu: Definisi ekonomi islam, sumber hukum
islam, metodologi ekonomi islam, dan konsep riba & perbedaan ekonomi islam
dengan ekonomi konvensional
Definisi ekonomi
islam
Menurut baqir as-sadr, “ekonomi islam bukanlah
sebuah ilmu (‘ilm’)’tetapi merupakan sebuah doktrin (mazhab) yang sederhana.
Dengan kata lain, ekonomi islam tidak didesain untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi, tetapi untuk menunjukkan
langkah-langkah yang harus diikuti. Hal tersebut secara prinsip berdasarkan
pada ide keadilan dengan esensi yang berkaitan dengan permasalahan ‘apresiasi
etika’. Hal itu juga pada akhirnya disubordinasikan pada sebuah totalitas yang
sangat mengacu pada agama. Ada 3 (tiga) prinsip dasar sistem islam yaitu
‘kepemilikan multijenis’, ‘kebebasan ekonomi yang dibatasi’, dan keadilan
sosial’. Mengenai penciptaan kelangkaan dan kelimpahan, Baqir as-Sadr
memfokuskan pada distribusi (sebelum dan sesudah produksi). Sebuah sistem
distribusi harus dibangun berdasarkan prinsip moral atas ‘asuransi umum dan
solidaritas sosial’ dan memperhitungkan tenaga kerja, kebutuhan dan pandangan-pandangan original islam terhadap
harta kekayaan (properti).[1]
Berdasarkan salah satu definisi, “ekonomi islam
bertujuan untuk mempelajari kesejahteraan (falah) manusia yang dicapai dengan
mengorganisir sumber daya yang ada di muka bumi ini berdasarkan basis kerja
sama (cooperation) dan partisipasi (participation).[2]
Bagi ulama islam, ilmu ekonomi dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip individu yang mementingkan dirinya sendiri dan
mengagung-agungkan kerakusan/ketamakan serta bersifat immoral. Islam sendiri
melihat manusia juga memiliki sifat altrustik dan kebaikan. Dengan kata lain
apa yang menjadi benar secara ekonomi belum tentu dapat dibenarkan secara
islam, begitu juga sebaliknya.[3]
Sumber Hukum
Ekonomi Islam
not yet available
Metodologi
Ekonomi Islam
not yet available
Konsep riba
& Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional
Secara umum disetujui bahwa pandangan nabi muhammad
saw terhadap riba mengalami perkembangan dari peringatan terhadap riba pada
periode mekkah menjadi bentuk ‘pelarangan’ terhadap riba pada periode madinah.
Al-Qur’an menegaskan bahwa bagi siapa saja yang mengabaikan larangan terhadap
riba, berarti ia sudah “mengibarkan bendera perang” terhadap Allah SWT dan
Rasul-Nya. Pelarangan riba tersebut secara eksplisit disebutkan dalan 4 (empat)
wahyu yang berbeda di dalam Al-Quran yaitu surah Al-baqarah (2):275-281, surah
Ali Imran (3):129-130, surah an-Nisa (4):161, dan surah ar-Rum (30):39, yang
kesemuannya mengekspresikan beberapa ide pokok sebagai berikut: meskipun
tampaknya ada kesamaan antara keuntungan dari perdagangan dan keuntungan dari
riba, namun hanya keuntungan dari hasil perdagangan saja yang diperbolehkan;
ketika meminjamkan uang, seorang Muslim diminta untuk mengambilnya sebatas
modalnya saja, dan mengikhlaskannya jika debitur tidak mampu membayar; riba
dapat menghapus keridhaan Allah SWT terhadap harta kekayaan tersebut; riba
dapat disamakan dengan mengambil kekayaan orang lain; seorang muslim sebaiknya
menjauhi riba demi kesejahteraan mereka.[4]
Hadist secara spesifik mengklarifikasikan 2 (dua)
jenis riba, yaitu: riba al-Fadl, yang terjadi karena adanya penambahan yang
tidak sah terhadap salah satu dari nilai-imbangan; Riba al-Nasi’ah, yang
terjadi karena penangguhan (penundaan penyelesaian pertukaran nilai-nilai
imbangan. Para ulama islam awal, mengklarifikasikan riba menjadi 3 (tiga)
jenis, selain dari dua yang di atas, juga terdapat Riba al-Jahilliyah (riba
pada masa pra-islam), yang terjadi ketika kreditur memberikan batas waktu
(jatuh tempo) kepada debitur dengan sebuah pilihan antara membayarnya sesuai
dengan kesepakatan atau menggandakannya.[5]
Jadi, apa sebenarnya riba itu? Secara literatur,
riba berarti berlipat atau penambahan (baik secara kualitas maupun kuantitas).
Berdasarkan hal tersebut, tampak jelas di dalam riba terdapat lebih atau kurang
hal dari awalnya. Riba tidak harus mengenai suku bunga atau semacamnya saja dan
juga tidak secara eksklusif mengenai suku bunga. Riba sesungguhnya mengarah
kepada segala keuntungan yang tidak sah yang didapatkan dari ketidaksamaan
nilai-nilai imbangan secara kuantitatif. Dengan demikian, bunga atau
penggelembungan modal (usury) hanya merupakan salah satu bentuk riba.[6]
Para ulama islam berketetapan bahwa larangan riba
bukanlah sekedar sebuah perintah agama, tetapi merupakan bagian integral dari
ekonomi islam yang mencakup etos, tujuan, dan nilai-nilai di dalamnya.[7]
Sebuah buku teks mengenai ekonomi islam yang terbit
baru-baru ini menawarkan perbandingan antara sistem kapitalisme dengan sistem
ekonomi islam sebagai berikut:
· Dengan sistem
kapitalisme, manusia lebih bersifat egois sedangkan dengan sistem ekonomi
islam, manusia bersifat egois tapi juga altruistik.
· Dengan sistem
kapitalisme, materialisme merupakan prinsip pokok; sedangkan melalui sistem ekonomi islam, materialisme seharusnya dikontrol.
· Kapitalisme
menonjolkan kepemilikan privat secara absolut, sedangkan sistem ekonomi islam
menonjolkan kepemilikan privat dalam kerangka moralitas.[8]
Singkatnya, jauh dari secara mendasar bersifat
kontradiktif dan tidak dapat direkonsialisasi, ekonomi islam dan ekonomi
konvensional berbeda terutama dalam hal bahwa ekonomi islam menambahkan dimensi
etika dan sosial yang biasanya tidak terdapat dalam ekonomi konvensional.[9]
Contoh perbedaan lain adalah fakta bahwa yang menjadi inti ekonomi islam
bukanlah sekedar mengidealkan surga, tetapi falah, yang diartikan sebagai
‘kesejahteraan’.[10]
sekian dulu kawan2 blogger
mohon tidak dicopy tanpa menyertakan link blog ini, sehingga tidak timbul tindak kejahatan plagiat yang mana sudah diatur secara jelas sanksi bagi siapapun yang melakukan plagiat di dalam KUHPer dan UU No 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
terimaksih
[1]
Mallat, The renewal of islamic law, hlm. 111.
[2]
Khan, An Introduction to islamic economics, hlm. 33.
[3]
Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm.
95.
[4]
Al-Quran surah al-baqarah (2):275-281, surah Ali Imran (3):129-130, surah
an-Nisa (4):161, dan surah ar-Rum (30):39
[5]
Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm.
123-124.
[6]
Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm.
124.
[7]
Al-Omar dan Abdel-Haq, islamic banking: theory, practice and challangers.
London: Zed Books, 1996, hlm. 9.
[8]
Khan, An Introduction to islamic economics, hlm. 26.
[9]
Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm.
97.
[10]
Khan, An Introduction to islamic economics, hlm. 34-44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar