Minggu, 05 Maret 2017

RESUME MAKALAH KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

NAMA : FACHRI ADHA
NIM 1142310045
KELAS/SEMESTER : A/VI (ENAM)
JURUSAN : PERBANKAN SYARIAH
MATA KULIAH : BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
DOSEN PENGAMPU: Dr. Nella Yantiana/ Eko Bahtiar. M.E.I
RESUME
MATERI 1
KONSEP DASAR RIBA

IAIN PONTIANAK
TAHUN AJARAN : 2016/2017
JURUSAN : PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS : SYARIAH & EKONOMI ISLAM
  
INDIKATOR MATERI 1 KONSEP DASAR RIBA ada 4 (empat) yaitu: Definisi ekonomi islam, sumber hukum islam, metodologi ekonomi islam, dan konsep riba & perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional

Definisi ekonomi islam
Menurut baqir as-sadr, “ekonomi islam bukanlah sebuah ilmu (‘ilm’)’tetapi merupakan sebuah doktrin (mazhab) yang sederhana. Dengan kata lain, ekonomi islam tidak didesain untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi, tetapi untuk menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti. Hal tersebut secara prinsip berdasarkan pada ide keadilan dengan esensi yang berkaitan dengan permasalahan ‘apresiasi etika’. Hal itu juga pada akhirnya disubordinasikan pada sebuah totalitas yang sangat mengacu pada agama. Ada 3 (tiga) prinsip dasar sistem islam yaitu ‘kepemilikan multijenis’, ‘kebebasan ekonomi yang dibatasi’, dan keadilan sosial’. Mengenai penciptaan kelangkaan dan kelimpahan, Baqir as-Sadr memfokuskan pada distribusi (sebelum dan sesudah produksi). Sebuah sistem distribusi harus dibangun berdasarkan prinsip moral atas ‘asuransi umum dan solidaritas sosial’ dan memperhitungkan tenaga kerja, kebutuhan dan  pandangan-pandangan original islam terhadap harta kekayaan (properti).[1]
Berdasarkan salah satu definisi, “ekonomi islam bertujuan untuk mempelajari kesejahteraan (falah) manusia yang dicapai dengan mengorganisir sumber daya yang ada di muka bumi ini berdasarkan basis kerja sama (cooperation) dan partisipasi (participation).[2]
Bagi ulama islam, ilmu ekonomi dibangun berdasarkan prinsip-prinsip individu yang mementingkan dirinya sendiri dan mengagung-agungkan kerakusan/ketamakan serta bersifat immoral. Islam sendiri melihat manusia juga memiliki sifat altrustik dan kebaikan. Dengan kata lain apa yang menjadi benar secara ekonomi belum tentu dapat dibenarkan secara islam, begitu juga sebaliknya.[3]

Sumber Hukum Ekonomi Islam
not yet available

Metodologi Ekonomi Islam
not yet available

Konsep riba & Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional
Secara umum disetujui bahwa pandangan nabi muhammad saw terhadap riba mengalami perkembangan dari peringatan terhadap riba pada periode mekkah menjadi bentuk ‘pelarangan’ terhadap riba pada periode madinah. Al-Qur’an menegaskan bahwa bagi siapa saja yang mengabaikan larangan terhadap riba, berarti ia sudah “mengibarkan bendera perang” terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. Pelarangan riba tersebut secara eksplisit disebutkan dalan 4 (empat) wahyu yang berbeda di dalam Al-Quran yaitu surah Al-baqarah (2):275-281, surah Ali Imran (3):129-130, surah an-Nisa (4):161, dan surah ar-Rum (30):39, yang kesemuannya mengekspresikan beberapa ide pokok sebagai berikut: meskipun tampaknya ada kesamaan antara keuntungan dari perdagangan dan keuntungan dari riba, namun hanya keuntungan dari hasil perdagangan saja yang diperbolehkan; ketika meminjamkan uang, seorang Muslim diminta untuk mengambilnya sebatas modalnya saja, dan mengikhlaskannya jika debitur tidak mampu membayar; riba dapat menghapus keridhaan Allah SWT terhadap harta kekayaan tersebut; riba dapat disamakan dengan mengambil kekayaan orang lain; seorang muslim sebaiknya menjauhi riba demi kesejahteraan mereka.[4]
Hadist secara spesifik mengklarifikasikan 2 (dua) jenis riba, yaitu: riba al-Fadl, yang terjadi karena adanya penambahan yang tidak sah terhadap salah satu dari nilai-imbangan; Riba al-Nasi’ah, yang terjadi karena penangguhan (penundaan penyelesaian pertukaran nilai-nilai imbangan. Para ulama islam awal, mengklarifikasikan riba menjadi 3 (tiga) jenis, selain dari dua yang di atas, juga terdapat Riba al-Jahilliyah (riba pada masa pra-islam), yang terjadi ketika kreditur memberikan batas waktu (jatuh tempo) kepada debitur dengan sebuah pilihan antara membayarnya sesuai dengan kesepakatan atau menggandakannya.[5]
Jadi, apa sebenarnya riba itu? Secara literatur, riba berarti berlipat atau penambahan (baik secara kualitas maupun kuantitas). Berdasarkan hal tersebut, tampak jelas di dalam riba terdapat lebih atau kurang hal dari awalnya. Riba tidak harus mengenai suku bunga atau semacamnya saja dan juga tidak secara eksklusif mengenai suku bunga. Riba sesungguhnya mengarah kepada segala keuntungan yang tidak sah yang didapatkan dari ketidaksamaan nilai-nilai imbangan secara kuantitatif. Dengan demikian, bunga atau penggelembungan modal (usury) hanya merupakan salah satu bentuk riba.[6]
Para ulama islam berketetapan bahwa larangan riba bukanlah sekedar sebuah perintah agama, tetapi merupakan bagian integral dari ekonomi islam yang mencakup etos, tujuan, dan nilai-nilai di dalamnya.[7]

Sebuah buku teks mengenai ekonomi islam yang terbit baru-baru ini menawarkan perbandingan antara sistem kapitalisme dengan sistem ekonomi islam sebagai berikut:
·    Dengan sistem kapitalisme, manusia lebih bersifat egois sedangkan dengan sistem ekonomi islam, manusia bersifat egois tapi juga altruistik.
·    Dengan sistem kapitalisme, materialisme merupakan prinsip pokok; sedangkan melalui sistem     ekonomi islam, materialisme seharusnya dikontrol.
·  Kapitalisme menonjolkan kepemilikan privat secara absolut, sedangkan sistem ekonomi islam menonjolkan kepemilikan privat dalam kerangka moralitas.[8]

Singkatnya, jauh dari secara mendasar bersifat kontradiktif dan tidak dapat direkonsialisasi, ekonomi islam dan ekonomi konvensional berbeda terutama dalam hal bahwa ekonomi islam menambahkan dimensi etika dan sosial yang biasanya tidak terdapat dalam ekonomi konvensional.[9] Contoh perbedaan lain adalah fakta bahwa yang menjadi inti ekonomi islam bukanlah sekedar mengidealkan surga, tetapi falah, yang diartikan sebagai ‘kesejahteraan’.[10]

sekian dulu kawan2 blogger
mohon tidak dicopy tanpa menyertakan link blog ini, sehingga tidak timbul tindak kejahatan plagiat yang mana sudah diatur secara jelas sanksi bagi siapapun yang melakukan plagiat di dalam KUHPer dan UU No 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
terimaksih




[1] Mallat, The renewal of islamic law, hlm. 111.
[2] Khan, An Introduction to islamic economics, hlm. 33.
[3] Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm. 95.
[4] Al-Quran surah al-baqarah (2):275-281, surah Ali Imran (3):129-130, surah an-Nisa (4):161, dan surah ar-Rum (30):39
[5] Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm. 123-124.
[6] Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm. 124.
[7] Al-Omar dan Abdel-Haq, islamic banking: theory, practice and challangers. London: Zed Books, 1996, hlm. 9.
[8] Khan, An Introduction to islamic economics, hlm. 26.
[9] Ibrahim Warde, Islamic finance Keuangan islam dalam perekonomian global, hlm. 97.
[10] Khan, An Introduction to islamic economics, hlm. 34-44.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Proposal Bisnis

Ide membangun usaha Sudah punya toko, kamera, laptop Butuh Printer, Daftar agen pulsa, skill ngeprint foto, pemodal, kawan diajak joi...