Senin, 20 Maret 2017

RESUME IMPLEMENTASI, REGULASI MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH

RESUME
MAKALAH IMPLEMENTASI REGULASI MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH
DOSEN PENGAMPU : RINA MANDARA HARAHAP, MM
MATA KULIAH : MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH
DI SUSUN
O
L
E
H
HAJIJAH (1142310083)
LATIFA (1142310210)
MARLIN WAHYUNI (1142310136)
NOVITA SARI (1142310086)

SEMESTER / KELAS: VI/A
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK 2016/2017

SUB BAB MATERI IMPLEMENTASI REGULASI MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH ada 3 (tiga) yaitu: Proses manajemen resiko, Penerapan manajemen resiko, Pengawasan komisaris, direksi, dan dewan pengawas syariah
  • Proses Manajemen Resiko
Risiko
Istilah (risk) risiko memiliki berbagai definisi. Risiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut :
1.         Risk is the chance of loss (Risiko adalah kerugian).
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
2.         Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
Dari berbagai definisi diatas, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Atau juga bisa disebut ketidakpastian tentang kejadian di masa depan.
Sedangkan manajemen risiko adalah upaya-upaya dalam bentuk aturan maupun tindakan yang ditujukan untuk mengoptimalkan (meminimalisir) risiko atas suatu portfolio sesuai dengan Kebijakan Investasi masing-masing dana kelolaan. Penerapan sistem manajemen risiko mengacu pada peraturan serta ketentuan yang tertuang dalam kebijakan perusahaan.
Tujuan Manajemen Risiko
a.         Melindungi perusahaan dari risiko signifikan yang dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan.
b.         Memberikan kerangka kerja manajemen risiko yang konsisten atas risiko yang ada pada proses bisnis dan fungsi-fungsi dalam perusahaan.
c.         Mendorong menajemen untuk bertindak proaktif mengurangi risiko kerugian, menjadikan pengelolaan risiko sebagai sumber keunggulan bersaing, dan keunggulan kinerja perusahaan.
d.         Mendorong setiap insan perusahaan untuk bertindak hati-hati dalam menghadapi risiko perusahaan, sebagai upaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
e.         Membangun kemampuan mensosialisasikan pemahaman mengenai risiko dan pentingnya pengelolaan risiko.
f.          Meningkatkan kinerja perusahaan melalui penyediaan informasi tingkat risiko yang dituangkan dalam peta risiko (risk map) yang berguna bagi manajemen dalam pengembangan strategi dan perbaikan proses manajemen risiko secara terus menerus dan berkesinambungan.
Klasifikasi Risiko :
1.         Risiko strategic adalah risiko terjadinya serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara signifikan.
2.         Risiko operasional adalah risiko yang timbul karena tidak berfungsinya sistem internal yang berlaku, kesalahan manusia, atau kegagalan sistem. Sumber terjadinya risiko operasional paling luas dibanding risiko lainnya yakni selain bersumber dari aktivitas di atas juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem tekhnologi informasi, sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya manusia.
3.         Risiko Finansial adalah resiko yang diderita oleh investor sebagai akibat dari ketidakmampuan emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden atau bunga atau bunga serta pokok pinjaman.
Risiko dapat dikategorikan ke dalam beberapa bentuk :
1.         Risiko Spekulatif,
2.         Risiko Murni,
3.         Risiko Fundamental,
4.         Risiko Particular.
Risiko spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian.
Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis(business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian, kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan untung.
Risiko Fundamental
            Risiko fundamental adalah suatu peristiwa yang baik sebab maupun akibat yang ditimbulkannya bukan berasal dari individu dan dampaknya pada umumnya menimpa orang banyak dan biasanya  bersifat katastropal (dalam skala besar) seperti perang, inflasi, dll.
Risiko Particular
            Risiko partikular adalah suatu risiko yang penyebabnya dilakukan oleh individu-individu dan dampaknya terbatas, di mana kita dapat menunjuk individu/seseorang yang menyebabkannya. Misalnya, kebakaran, pencurian, kecelakaan dll. Ketidakpastian dapat menimbulkan dua akibat yang berbeda yaitu positif atau negative.
Manajemen Risiko dan Proses Manajemen Risko
Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Manajemen  risiko bertujuan untuk mengelola risiko tersebut sehinga kita dapat memperoleh hasil yang optimal. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini :
1.         Identifikasi Risiko
Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain:
a)         Brainstorming
b)         Survei
c)         Wawancara
d)         Informasi historis
e)         Kelompok kerja, dll.
Berbagai tipe risiko utama diantaranya yaitu:
A.        Risiko Pasar
1)         Interest Rate Risk: Risiko dimana pergerakan tingkat  bunga berpengaruh negatif terhadap pendapatan bersih  bunga.
2)         Foreign Exchange Risk: Risiko kerugian yang disebabkan oleh pergerakan negatif tingkat pertukaran mata uang.
3)         Commodity/ Equity Price Risk: Risiko kerugian yang disebabkan oleh pergerakan negatif harga komoditi.
B.        Risiko Likuiditas:
Risiko dimana perusahaan tidak dapat memenuhi obligasi cash flow dikarenakan ketidakmampuan  perusahaan untuk melikuidasi aset, atau memperoleh  pendapatan yang cukup.
C.        Risiko Mitra Kerja: Risiko kegagalan yang diakibatkan gagalnya mitra kerja untuk memenuhi obligasi financial dan/ atau kontraktual dalam hal jangka waktu dan kondisi yang telah disepakati.
D.        Risiko Operasional: Risiko kegagalan yang disebabkan oleh gagalnya kebijakan, proses, sistem, orang dan faktor eksternal lainnya.
E.         Risiko Stratejik: Risiko yang berhubungan dengan rencana dan strategi bisnis perusahaan di masa datang, meliputi risiko masuknya bisnis baru, perluasan proses produksi yang ada, merger dan akuisisi, pemakaian metodologi dan cara baru untuk produksi, ketidakmampuan untuk mengantisipasi/  bertindak terhadap pesaing, atau meningkatkan infrastruktur (misalnya: plant feronikel, alumina, hydro power plant, IT dan networking).
F.         Risiko Hukum: Risiko kegagalan yang diakibatkan oleh lawsuit, tidak adanya aturan/ hukum penunjang dan kontrak yang tidak dapat dipaksakan.
G.        Risiko Kepatuhan: Risiko kegagalan yang diakibatkan adanya  penundaan, pelanggaran atau non-conformity dengan aturan dan hukum eksternal/internal.
H.        Risiko Reputasi: Risiko kerugian yang disebabkan oleh  publikasi negatif berkaitan dengan kegiatan bisnis perusahaan atau adanya persepsi negatif mengenai perusahaan.
I.          Risiko Lingkungan: Risiko yang berhubungan dengan kegagalan dalam mengelola standar minimum lingkungan, nilai masyarakat, kesehatan dan keselamatan manusia.
2.         Analisa Risiko
Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya risiko tersebut.
Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi.
Sehingga, pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immateriil.
Menurut J. W. Meritt, terdapat beberapa hal atau langkah yang perlu diperhatikan dalam menerapkan metode analisis resiko secara umum, yaitu sebagai berikut:
a)         Pertama, menentukan ruang lingkup (scope statement). Hal ini harus dipercayai oleh semua kalangan pihak yang menaruh perhatian pada masalah. Dalam menentukan ruang lingkup ini, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu menentukan secara tepat apa yang harus dievaluasi, mengemukakan apa jenis analisis resiko yang akan digunakan, dan mengajukan hasil yang diharapkan.
b)         Menetapkan aset (asset pricing). Pada langkah kedua ini, semua sistem informasi ditentukan secara spesifik ke dalam ruang lingkup yang telah dirancang, kemudian ditaksir ‘harga’ (price)-nya.
c)         Risks and Threats.  Resiko (risk) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian atau mengurangi nilai kegunaan operasional sistem. Sedangkan ancaman (threats) adalah segala sesuatu yang harus dipertimbangkan karena kemungkinannya yang dapat terjadi secara bebas di luar sistem sehingga memunculkan satu resiko.
d)         Menentukan koefisien dampak. Semua aset memiliki kerentanan yang tidak sama terhadap suatu resiko. Oleh sebab itu perlu dicermati dan diteliti sejauh mana sebuah aset dikenali sebagai hal yang rentan terhadap sesuatu, serta perbandingannya dengan aset yang justru kebal sama sekali.
e)         Single loss expectancy atau ekspetasi kerugian tunggal. Pada poin ini, Meritt menjelaskan bahwa aset-aset yang berbeda akan menanggapi secara berbedap pula ancaman-ancaman yang diketahui.
f)         Group evaluation atau evaluasi kelompok, yaitu langkah lanjutan yang melibatkan sebuah kelompok pertemuan yang terdiri dari para pemangku kepentingan terhadap sistem yang dianalisis (diteliti). Pertemuan ini harus terdiri dari individu yang memiliki pengetahuan tentang komponen-komponen yang beragam tersebut, tentang ancaman dan kerentanan dari sistem serta pengelolaan dan tanggung jawab operasi untuk memberikan bantuan dalam penentuan secara keseluruhan. Pada langkah ini lah biasanya metode hibrida dalam analisis resiko dilakukan.
g)         Melakukan kalkulasi (penghitungan) dan analisis. Terdapat dua macam analisis. Pertama, across asset, yaitu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan aset-aset tertentu yang perlu mendapat perlindungan paling utama. Kedua, across risk, yaitu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan ancaman apa dan bagaimana yang paling harus dijaga.
h)         Controls atau pengendalian, yaitu segala hal yang kemudian diterapkan untuk mencegah, mendeteksi, dan meredakan ancaman serta memperbaiki sistem.
i)          Melakukan analisis terhadai control atau pengendalian. Ada dua metode yang dapat dilakukan dalam menganalisis aksi kontrol ini, yaitu cost and benefit ratio dan risk or control.
3.         Evaluasi Risiko
Proses yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan, target tingkat risiko dan kriteria lainnya.
Tujuan Evaluasi :
•           Mengetahui yang memiliki tingkat prioritas tertinggi hingga terendah
•           Menentukan risiko mana yang ditindaklanjuti dengan Penanganan & risiko mana saja yang hanya perlu dipantau
Konsep Evaluasi Risiko :
•           Konsisten dengan konteks yang  telah ditetapkan
•           Perlu tidaknya dilakukan analisis risiko lanjutan
•           Risiko-risiko yang perlu mendapatkan penanganan
•           Prioritas dapat didasarkan pada level risiko atau hal lain seperti :
1.         Kemungkinan suatu peristiwa tertentu.
2.         Besarnya dampak penanganan tersebut terhadap konteks yang  lebih luas.
3.         Pengelolaan risiko[1]
  • Penerapan Manajemen Risiko
Jenis-jenis cara mengelola risiko:
a)         Risk avoidance
Yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya, maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang dihasilkan oleh suatu aktivitas.
b)         Risk reduction
Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
c)         Risk transfer
Yaitu memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui suatu kontrak (asuransi) maupun hedging.
d)         Risk deferral
Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana probabilitas terjadinya risiko tersebut kecil.
e)         Risk retention
Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara mengurnagi maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap diterima sebagai bagian penting dari aktivitas.[2]
Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola Bank yang sehat (good corporate governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif pengurus Bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern.
Penerapan manajemen risiko tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan Bank.
Bagi bank, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank.
Bagi otoritas pengawasan Bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank yang dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank.
Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank.
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.
Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut-turut Bank perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan Bank.
Hasil pemantauan yang mencakup evaluasi terhadap eksposur risiko tersebut dilaporkan secara tepat waktu, akurat dan informatif yang akan digunakan oleh pihak pengambilan keputusan dalam suatu Bank, termasuk tindak lanjut yang diperlukan. Selanjutnya berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Bank melakukan pengendalian risiko antara lain dengan cara penambahan modal, lindung nilai, dan teknik mitigasi risiko lainnya. Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko bisnis yang berkaitan erat dengan pengelolaan usahanya sebagai perantara keuangan. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, risiko bisnis yang dihadapi juga berkembang secara luas yang antara lain mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, dan lain sebagainya. Dalam rangka meminimalisir risiko kerugian, Bank  wajib melaksanakan transaksi tersebut dengan berpedoman pada kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dengan berlandaskan pada prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia, antara lain :
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003; tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk); dan
Nomor 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
SE BI No. 5/21/DPNP tgl. 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Tujuan utama dari Peraturan tersebut diatas adalah menjaga agar aktivitas operasional yang dilakukan Bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan Bank untuk menyerap kerugian tersebut ataupun membahayakan kelangsungan usaha Bank. Pengelolaan seluruh aktivitas Bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif serta mampu menganalisa dan mengelola seluruh risiko yang terkait.
Ruang lingkup Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam PBI tersebut, sekurang-kurangnya memuat :
Penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;
Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko;
Penentuan limit dan penetapan toleransi risiko;
Penetapan penilaian peringkat risiko;
Penyusunan rencana darurat (contingency Plan) dalam kondisi terburuk (worst cace scenario);
Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen risiko.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, setiap Bank WAJIB menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional masing-masing, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.[3]
  • Pengawasan Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah
Komisaris merupakan organ perseroan yang memegang fungsi pengawasan. Dalam praktik ini terdiri dari beberapa orang, sehingga lebih dikenal dengan dewan komisaris. Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan / atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada dewan direksi.
Bank Syari’ah sebagai lembaga yang berbadan hukum PT memiliki organ bernama Dewan komisaris. Hal ini dipertegas dengan ketentuan pasal 28 UU perbankan Syariah yang menyatakan bahwa:
Ketentuan yang mengenai syarat, jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab,  serta hal lain yang menyangkut dewan komisaris dan direksi bank syari’ah diatur dalam anggaran dasar bank syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasehat kepada direksi. Kesemuanya itu dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasehat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh sesuai dengan maksud serta tujuan perseroan.
Dan perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
Maksud dan tujuan perseroan ini menjadi dasar kewenangan dan batasan bagi dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya dibidang pengawasan. Artinya apabila ia melanggar maksud dan tujuan perseroan maka ia dapat dimintai pertanggung jawaban yang tidak terbatas oleh pihak – pihak yang merasa dirugikan, hal ini misalnya komisaris membiarkan direksi melakukan tindakan yang merugikan perseroan. Padahal sudah sepantasnya dewan komisaris perlu memberikan pertimbangan terhadap kegiatan dimaksud.
2.       Pertanggung jawaban secara pribadi.
Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud diatas. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris. Ketentuan ini menegaskan bahwa apabila dewan komisaris bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada perseroan karena pengurusan yang dilakukan oleh direksi, anggota dewan komisaris tersebut ikut bertanggungjawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya.
Anggota dewan komisaris tidak dapat dibertanggungjawabkan kerugian sebagaimana dimaksud apabila dapat dibuktikan:
a)    Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
b)   Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian;dan
c)    Telah memberikan nasehat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
3.      Pertanggung jawaban dalam kepailitan Perseroan.
Dalam hal terjadi kepailitan disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota dewan komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat lima tahun sebelum putusan pernyatan pailit di ucapkan.
Anggota Dewan komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawabanatas kepailitan perseroan apabila dapat membuktikan:
a)      Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
b)      Tidak melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
c)      Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh direksi yang mengakibatkan kepailitan;dan
d)     Telah memberikan nasehat kepada direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Dewan komisaris mempunyai kewajiban untuk :
membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya.
Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain
Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
Risalah rapat Dewan komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan putuskan dalam rapat tersebut. Yang dimaksud dengan salinannya adalah salinan risalah rapat dewan komisaris karena asli risalah tersebut dipelihara direksi sebagaimana dimaksud pasal 100 UUPT bahwa setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
B.     Direksi
a)   Pengertian
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan  Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.[11]
b)   Pertanggungjawaban secara pribadi
Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan jika yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan tidak bertanggungjawab dan beritikad baik.
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.
      Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk  kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pasal 97  tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan / atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
c)    Pertanggungjawaban dalam hal kepailitan Perseroan.
Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud, terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
C.    Anggota dewan direksi dan dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan
1) Tidak termasuk kedalam daftar orang orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan atau pengurus bank sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank indonesia.
2) Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki kompetensi dan integritas yang baik, yaitu pihak pihak yang:
Memiliki akhlak dan moral yang baik.
Mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku.
Memiliki komitmen yang tinggi dalm mengikuti fatwa dewan syariah nasional.
Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan atau reputasi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip syariah.
Sebagaimana dalam pasal 22 PBI No 6/24/PBI/2004, menjelaskan bahwa bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota direksi dan dewan komisaris. diantara anggota direksi dan dewan komisaris bank, sekurang kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota direksi dan 1 (satu) orang anggota dewan komisaris berkewarganegaraan indonesia.[17]
Sedangkan Dalam jajaran direksi Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 wajib terdapat 1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 24 PBI No 6/24/PBI/2004, menguraikan mengenai larangan yang harus di patuhi oleh dewan direksi Bank, yaitu:
Sesama anggota dewan direksi saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua termasuk besan.
Saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua termasuk besan dengan anggota dewan komisaris.
Merangkap jabatan sebagai anggota direksi, dewan komisaris atau pejabat eksekutif pada bank, perusahaan atau lembaga lain.
Memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima per seratus) dari modal disetor pada suatu perusahaaan lain, baik secara sendiri – sendiri atau bersama – sama.
Memberikan kuasa umum pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.
Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh anggota dewan komisaris adalah sebagai berikut :
a)        Wajib memiliki pengetahuan dan atau pengalaman di bidang perbankan.
b)        Hanya dapat merangkap jabatan sebagai berikut:
Anggota dewan komisaris sebanyak – banyaknya pada satu bank lain.
Anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggungjawab penuh sebanyak – banyaknya pada 2 (dua) lembaga / perusahaan lain bukan bank.
Dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota dewan komisaris.
Adapun ketentuan dan persyaratan terhadap direksi dan dewan komisaris untuk BPRS pada umumnya adalah sama dengan bank syariah. Namun ada beberapa perbedaan seperti yang dijelaskanpada PBI No 6/17/PBI/2004 berikut ini:
Anggota Direksi dan Dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)        Integritas, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik, komitmen untuk mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku, komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, dan tidk termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh bank indonesia.
b)        Kompetensi, yaitu :
bagi calon direksi:
Memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya.
Memiliki pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan atau bidang keuangan.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPRS yang sehat.
Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
dinyatakan pailit;
menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud diatas tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Bagi calon Komisaris :
Memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya dan atau
Memiliki pengalaman dibidang perbankan.
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
dinyatakan pailit;
menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Adapun jumlah anggota direksi BPRS sekurang kurangnya 2 (dua) Orang dan sekurang kurangnya 50 % (Lima puluh persen) dari anggota direksi termasuk direktur utama. Anggota direksi BPRS wajib berpengalaman operasional sekurang kurangnya;
1 (satu) tahun sebagai pejabaat dibidang pendanaan dan atau pembiayaan diperbankan syariah atau
4 (empat) tahun sebagai pegawai dibidang pendanaan dan pembiayaaan diperbankan syariah,atau
2 (dua) tahun sebagai pejabat dibidang pendanaan dan atau perkreditan diperbankan konvensional dan memiliki pengetahuan dibidang perbankan syariah.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh direksi adalah sebagai berikut:
a)   Berpendidikan formal minimal setingkat diploma III atau sarjana muda;
b)   Bagi anggota direksi lain yang belum berpengalaman perbankan syariah wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah;
c)   Direktur utama BPRS wajib berasal dari pihak independen terhadap pemegang saham pengendali;
d)  Dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat pertama, termasuk dengan sesama anggota direksi atau anggota dewan komisaris;
e)   Dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi, komisaris atau pejabat eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga lain;
f)    Dilarang memabrikan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas;
g)   Seluruh anggota direksi BPRS harus berdomisili dekat dengan tempat kedudukan kantor pusat BPRS.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh anggota dewan komisaris adalah sebagai berikut:
Jumlah anggota dewan komisaris sekurang kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak banyaknya 3 (tiga) orang
Sekurang kurangnya 1 (satu) orang anggota dewan komisaris wajib berdomisili dekat dengan kedudukan BPRS.
Wajib memiliki pengetahuan dan atau berpengalaman dibidang perbankan  atau dibidang keuangan lainnya.
Merangkap jabatan hanya dapat dilakukan sebagai berikut:
Anggota dewan komisaris, sebanyak banyaknya pada 3 (tiga) bank lain,atau
Anggota dewan komisaris, direksi atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak banyaknya pada 2 (dua) lembaga /perusahaan lain bukan bank.
Calon anggota direksi atau dewan komisaris di bank islam dan BPRS wajib memperoleh persetujuan ari bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota dengan berpedoman pada ketentuan perundang undangan yang berlaku. Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh bank kepada gubernur bank Indonesia dan wajib disertai dengan dokumen – dokumen yang berkaitan dengan calon anggota direksi dan dewan komisaris.
Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut Bank Indonesia melakukan :
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;dan
Wawancara terhadap calon anggota dieksi atau dewan komisaris.
Adapun persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota direksi dan atau dewan komisaris diberikan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Dalam hal rapat umum pemegang saham atau rapat anggota telah mengangkat calon anggota direksi dan atau calon anggota dewan komisaris sebelum persetujuan Bank Indonesia dan apabila Bak Indonesia tidak mnyetujui pihak pihak yang dimaksud, maka bank wajib mengajukan kembali calon anggota direksi dan atau calon anggota dewan komisaris atau sesuai dengan ketentuan. Dalam hal rapat umum pemegang saham atau rapat anggota membatalkan pngangkatan calon anggota direksi atau calon anggota dewan komisaris yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, maka bank wajib melaporkan pembatalan tersebut kepada bank indonesia, selambat –lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembataaln pengangkatan, disertai dengan fotocopy notulen rapat umum pemegang saham atau fotocopy notulen rapat anggota. pengangkatan anggota direksi dan atau dewan komisaris wajib dilaporkan oleh bank  kepada Bank Indonesia selmbat lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengangkatan efektif, disertai dengan fotocopy notulen rapat umum pemegang saham atau fotocopy notulen rapat anggota.[4]
DASAR HUKUM
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.
Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank Umum  yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah yang lalu di ubah dengan Peraturan Bank Indonesia  No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah.
Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan  kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Semua Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut  mewajibkan setiap Bank Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).
PENGERTIAN UMUM DAN KEANGGOTAAN DPS
Dewan Pengawasan Syariah merupakan pihak terafiliasi dan bagian dari Bank. DPS adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap Prinsip Syariah yang dipakai dalam menjalankan kegiatan usaha Bank Syariah secara independen.
Setiap Bank Umum Syariah atau Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah harus memiliki setidaknya 2-5 orang sebagai anggota Dewan Pengawasan Syariah. Sedangkan untuk Bank Pengkreditan Rakyat Syariah setidaknya memiliki 1-3 orang anggota DPS. Jika anggota DPS di setiap lembaga keuangan syariah memiliki lebih dari satu anggota maka salah satu dari anggota tersebut harus menjadi ketua DPS dilembaga Keuanngan Syariah tersebut.
PERSYARATAN ANGGOTA DPS
Persyaratan utama bagi anggota Dewan Pengawas Syariah adalah mereka harus memiliki kemampuan di bidang Hukum Muamalah, Hukum Ekonomi dan Perbankan. Selain itu, anggota DPS juga wajib memenuhi persyaratan berikut;
Integritas
Kompetensi, dan
Reputasi keuangan
Anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas tersebut, antara lain adalah pihak-pihak yang;
Memiliki akhlak dan moral baik
Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan perbankan syariah yang sehat.
Tidak termasuk daftar TIDAK LULUS sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Anggota DPS yang memenuhi persyaratan kompetensi merupakan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan serta pengetahuan di bidang keuangan secara umum.
Sedangkan anggota DPS yang memenuhi persyaratan reputasi keuangan adalah pihak-pihak yang;
Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.
Tidak pernah dinyatakan failed atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan failed dalam waktu 5 tahun sebelum dicalonkan.
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB DPS
Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah(DPS) antara lain;
Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional. Dan produk yang dikeluarkan Bank.
Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.
Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank Indonesia.
PROSEDUR PENERAPAN ANGGOTA DPS
Sebelum mendapat penetapan dari DSN-MUI dan persetujuan dari Bank Indonesia pihak Bank wajib mengajukan calon untuk anggota DPS. Permohonan Pengajuan ini ditunjukan kepada Bank Indonesia setelah mendapat rekomendasi dasi DSN-MUI.
Ada 2 hal yang dilakukan Bank Indonesia dalam hal memberikan persetujuan atas permohonan anggota DPS, yaitu;
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
Melakukan wawancara kepada calon anggota DPS.
2  hal tersebut dilakukan untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia khususnya untuk kompetensi mengenai pemahaman operasional Bank Syariah. Sedangkan penetapan dari DSN-MUI dilakukan untuk kompetensi pemahaman mengenai Prinsip Syariah.
Sedangkan prosedur surat permohonannya adalah sebagai berikut;
15 hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank Indonesia, permohonan untuk mendapatkan penetapan DSN-MUI sudah wajib disampaikan.
30 hari sejak diterbitkanya surat persetujuan Bank Indonesia, DSN-MUI wajib menetapkan calon untuk anggota DPS.
10 hari setelah pengangkatan anggota DPS, anggota DPS melalui Bank wajib melaporkan diri kepada Bank Indonesia.
KEWAJIBAN BANK SYARIAH TERHADAP DPS
Bank Syariah wajib memberikan fasilitas kepada DPS guna mendukung kinerja pengawasan syariah untuk melaksanakan tugas serta wewenang dan tanggungjawab selaku DPS, antara lain;
Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan tugasnya serta mengklarifikasikannya kepada manajemen Bank.
Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi syariah kepada manajemen Bank.
Memperoleh fasilitas yang memadai untuk melaksanakan tugas secara efektif.
Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.
JUMLAH ANGGOTA DPS DAN PERANGKAPAN KEANGGOTAAN DPS
DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dalam rangka penerapan prinsip Good Corporate Governance dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dengan ketentuan sebagai berikut;
Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk BPRS anggota DPS sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.
Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS lain sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.
Anggota DPS dapat merangkap jabatannya sebagai anggota DSN-MUI sebanyak 2 orang dari lembaga keuangan Syariah.
Dasar hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu;
Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah  sebelum dikeluarkannya PBI No.6/24/PBI/2004 yang telah diubah dengan PBI No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 harus disesuaikan selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007.
Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004 harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.[5]

DAFTAR PUSTAKA





[1] https://www.academia.edu/9860893/PROSES_MANAJEMEN_RISIKO
[2] https://www.academia.edu/9860893/PROSES_MANAJEMEN_RISIKO
[3] https://belajarperbankangratis.blogspot.co.id/2012/07/latar-belakang-penerapan-manajemen.html
[4] https://duwexmalless.wordpress.com/2013/12/30/makalah-tentang-tugas-dewan-komisaris-dan-dewan-direksi-dalam-perbankan-syariah/
[5] https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Proposal Bisnis

Ide membangun usaha Sudah punya toko, kamera, laptop Butuh Printer, Daftar agen pulsa, skill ngeprint foto, pemodal, kawan diajak joi...