RESUME
MAKALAH IMPLEMENTASI REGULASI MANAJEMEN
RESIKO PERBANKAN SYARIAH
DOSEN PENGAMPU : RINA MANDARA HARAHAP,
MM
MATA KULIAH : MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH
DI SUSUN
O
L
E
H
HAJIJAH (1142310083)
LATIFA (1142310210)
MARLIN WAHYUNI (1142310136)
NOVITA SARI (1142310086)
SEMESTER / KELAS: VI/A
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH
PONTIANAK 2016/2017
SUB BAB MATERI IMPLEMENTASI
REGULASI MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH ada 3 (tiga) yaitu: Proses
manajemen resiko, Penerapan manajemen resiko, Pengawasan komisaris, direksi,
dan dewan pengawas syariah
- Proses
Manajemen Resiko
Risiko
Istilah
(risk) risiko memiliki berbagai definisi. Risiko dikaitkan dengan kemungkinan
kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai
berikut :
1. Risk is the chance of loss (Risiko
adalah kerugian).
Chance
of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat
probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi
ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian.
Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko
tidak ada.
2. Risk is the possibility of loss (Risiko
adalah kemungkinan kerugian).
Istilah
possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol
dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara
kuantitatif.
Dari
berbagai definisi diatas, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya
akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata
lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Atau juga bisa
disebut ketidakpastian tentang kejadian di masa depan.
Sedangkan
manajemen risiko adalah upaya-upaya dalam bentuk aturan maupun tindakan yang
ditujukan untuk mengoptimalkan (meminimalisir) risiko atas suatu portfolio
sesuai dengan Kebijakan Investasi masing-masing dana kelolaan. Penerapan sistem
manajemen risiko mengacu pada peraturan serta ketentuan yang tertuang dalam
kebijakan perusahaan.
Tujuan
Manajemen Risiko
a. Melindungi perusahaan dari risiko
signifikan yang dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan.
b. Memberikan kerangka kerja manajemen
risiko yang konsisten atas risiko yang ada pada proses bisnis dan fungsi-fungsi
dalam perusahaan.
c. Mendorong menajemen untuk bertindak
proaktif mengurangi risiko kerugian, menjadikan pengelolaan risiko sebagai
sumber keunggulan bersaing, dan keunggulan kinerja perusahaan.
d. Mendorong setiap insan perusahaan untuk
bertindak hati-hati dalam menghadapi risiko perusahaan, sebagai upaya untuk
memaksimalkan nilai perusahaan.
e. Membangun kemampuan mensosialisasikan
pemahaman mengenai risiko dan pentingnya pengelolaan risiko.
f. Meningkatkan kinerja perusahaan
melalui penyediaan informasi tingkat risiko yang dituangkan dalam peta risiko
(risk map) yang berguna bagi manajemen dalam pengembangan strategi dan
perbaikan proses manajemen risiko secara terus menerus dan berkesinambungan.
Klasifikasi
Risiko :
1. Risiko strategic adalah risiko
terjadinya serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi
kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara signifikan.
2. Risiko operasional adalah risiko yang
timbul karena tidak berfungsinya sistem internal yang berlaku, kesalahan
manusia, atau kegagalan sistem. Sumber terjadinya risiko operasional paling
luas dibanding risiko lainnya yakni selain bersumber dari aktivitas di atas
juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem tekhnologi
informasi, sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya
manusia.
3. Risiko Finansial adalah resiko yang
diderita oleh investor sebagai akibat dari ketidakmampuan emiten saham dan
obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden atau bunga atau bunga serta
pokok pinjaman.
Risiko
dapat dikategorikan ke dalam beberapa bentuk :
1. Risiko Spekulatif,
2. Risiko Murni,
3. Risiko Fundamental,
4. Risiko Particular.
Risiko
spekulatif
Risiko
spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian.
Risiko
spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis(business
risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah
investasinya merugikan. Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko
spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat
memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Risiko
murni
Risiko
murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau
tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah
kebakaran, apabila perusahaan menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan
menderita kerugian. kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran.
Dengan demikian, kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan
keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud
tertentu. Risiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau
tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan
risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat
diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko
yang dapat diasuransikan ( insurable risk ).
Perbedaan
utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung
ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung
sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan untung.
Risiko
Fundamental
Risiko fundamental adalah suatu
peristiwa yang baik sebab maupun akibat yang ditimbulkannya bukan berasal dari
individu dan dampaknya pada umumnya menimpa orang banyak dan biasanya bersifat katastropal (dalam skala besar)
seperti perang, inflasi, dll.
Risiko
Particular
Risiko partikular adalah suatu
risiko yang penyebabnya dilakukan oleh individu-individu dan dampaknya
terbatas, di mana kita dapat menunjuk individu/seseorang yang menyebabkannya.
Misalnya, kebakaran, pencurian, kecelakaan dll. Ketidakpastian dapat
menimbulkan dua akibat yang berbeda yaitu positif atau negative.
Manajemen
Risiko dan Proses Manajemen Risko
Manajemen
risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk
strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko
tersebut sehinga kita dapat memperoleh hasil yang optimal. Manajemen risiko
pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini :
1. Identifikasi Risiko
Proses
ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas
usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam
manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah
mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang
dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain:
a) Brainstorming
b) Survei
c) Wawancara
d) Informasi historis
e) Kelompok kerja, dll.
Berbagai
tipe risiko utama diantaranya yaitu:
A. Risiko Pasar
1) Interest Rate Risk: Risiko dimana
pergerakan tingkat bunga berpengaruh
negatif terhadap pendapatan bersih
bunga.
2) Foreign Exchange Risk: Risiko kerugian
yang disebabkan oleh pergerakan negatif tingkat pertukaran mata uang.
3) Commodity/ Equity Price Risk: Risiko
kerugian yang disebabkan oleh pergerakan negatif harga komoditi.
B. Risiko Likuiditas:
Risiko
dimana perusahaan tidak dapat memenuhi obligasi cash flow dikarenakan
ketidakmampuan perusahaan untuk
melikuidasi aset, atau memperoleh
pendapatan yang cukup.
C. Risiko Mitra Kerja: Risiko kegagalan
yang diakibatkan gagalnya mitra kerja untuk memenuhi obligasi financial dan/
atau kontraktual dalam hal jangka waktu dan kondisi yang telah disepakati.
D. Risiko Operasional: Risiko kegagalan
yang disebabkan oleh gagalnya kebijakan, proses, sistem, orang dan faktor
eksternal lainnya.
E. Risiko Stratejik: Risiko yang
berhubungan dengan rencana dan strategi bisnis perusahaan di masa datang,
meliputi risiko masuknya bisnis baru, perluasan proses produksi yang ada,
merger dan akuisisi, pemakaian metodologi dan cara baru untuk produksi, ketidakmampuan
untuk mengantisipasi/ bertindak terhadap
pesaing, atau meningkatkan infrastruktur (misalnya: plant feronikel, alumina,
hydro power plant, IT dan networking).
F. Risiko Hukum: Risiko kegagalan yang
diakibatkan oleh lawsuit, tidak adanya aturan/ hukum penunjang dan kontrak yang
tidak dapat dipaksakan.
G. Risiko Kepatuhan: Risiko kegagalan yang
diakibatkan adanya penundaan,
pelanggaran atau non-conformity dengan aturan dan hukum eksternal/internal.
H. Risiko Reputasi: Risiko kerugian yang
disebabkan oleh publikasi negatif
berkaitan dengan kegiatan bisnis perusahaan atau adanya persepsi negatif
mengenai perusahaan.
I. Risiko Lingkungan: Risiko yang
berhubungan dengan kegagalan dalam mengelola standar minimum lingkungan, nilai
masyarakat, kesehatan dan keselamatan manusia.
2. Analisa Risiko
Setelah
melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko
dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan)
dan probabilitas terjadinya risiko tersebut.
Penentuan
probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan
nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun
sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang
terjadi.
Sehingga,
pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya
nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan
manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan
kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu
tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak
severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immateriil.
Menurut
J. W. Meritt, terdapat beberapa hal atau langkah yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan metode analisis resiko secara umum, yaitu sebagai berikut:
a) Pertama, menentukan ruang lingkup
(scope statement). Hal ini harus dipercayai oleh semua kalangan pihak yang
menaruh perhatian pada masalah. Dalam menentukan ruang lingkup ini, ada tiga
hal yang harus diperhatikan, yaitu menentukan secara tepat apa yang harus
dievaluasi, mengemukakan apa jenis analisis resiko yang akan digunakan, dan
mengajukan hasil yang diharapkan.
b) Menetapkan aset (asset pricing). Pada
langkah kedua ini, semua sistem informasi ditentukan secara spesifik ke dalam
ruang lingkup yang telah dirancang, kemudian ditaksir ‘harga’ (price)-nya.
c) Risks and Threats. Resiko (risk) adalah sesuatu yang dapat
menyebabkan kerugian atau mengurangi nilai kegunaan operasional sistem.
Sedangkan ancaman (threats) adalah segala sesuatu yang harus dipertimbangkan
karena kemungkinannya yang dapat terjadi secara bebas di luar sistem sehingga
memunculkan satu resiko.
d) Menentukan koefisien dampak. Semua aset
memiliki kerentanan yang tidak sama terhadap suatu resiko. Oleh sebab itu perlu
dicermati dan diteliti sejauh mana sebuah aset dikenali sebagai hal yang rentan
terhadap sesuatu, serta perbandingannya dengan aset yang justru kebal sama
sekali.
e) Single loss expectancy atau ekspetasi
kerugian tunggal. Pada poin ini, Meritt menjelaskan bahwa aset-aset yang
berbeda akan menanggapi secara berbedap pula ancaman-ancaman yang diketahui.
f) Group evaluation atau evaluasi
kelompok, yaitu langkah lanjutan yang melibatkan sebuah kelompok pertemuan yang
terdiri dari para pemangku kepentingan terhadap sistem yang dianalisis
(diteliti). Pertemuan ini harus terdiri dari individu yang memiliki pengetahuan
tentang komponen-komponen yang beragam tersebut, tentang ancaman dan kerentanan
dari sistem serta pengelolaan dan tanggung jawab operasi untuk memberikan
bantuan dalam penentuan secara keseluruhan. Pada langkah ini lah biasanya
metode hibrida dalam analisis resiko dilakukan.
g) Melakukan kalkulasi (penghitungan) dan
analisis. Terdapat dua macam analisis. Pertama, across asset, yaitu analisis
yang bertujuan untuk menunjukkan aset-aset tertentu yang perlu mendapat
perlindungan paling utama. Kedua, across risk, yaitu analisis yang bertujuan
untuk menunjukkan ancaman apa dan bagaimana yang paling harus dijaga.
h) Controls atau pengendalian, yaitu
segala hal yang kemudian diterapkan untuk mencegah, mendeteksi, dan meredakan
ancaman serta memperbaiki sistem.
i) Melakukan analisis terhadai control
atau pengendalian. Ada dua metode yang dapat dilakukan dalam menganalisis aksi
kontrol ini, yaitu cost and benefit ratio dan risk or control.
3. Evaluasi Risiko
Proses
yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko dengan membandingkan
tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan, target tingkat risiko
dan kriteria lainnya.
Tujuan
Evaluasi :
• Mengetahui yang memiliki tingkat
prioritas tertinggi hingga terendah
• Menentukan risiko mana yang
ditindaklanjuti dengan Penanganan & risiko mana saja yang hanya perlu
dipantau
Konsep
Evaluasi Risiko :
• Konsisten dengan konteks yang telah ditetapkan
• Perlu tidaknya dilakukan analisis
risiko lanjutan
• Risiko-risiko yang perlu mendapatkan
penanganan
• Prioritas dapat didasarkan pada level
risiko atau hal lain seperti :
1. Kemungkinan suatu peristiwa tertentu.
2. Besarnya dampak penanganan tersebut
terhadap konteks yang lebih luas.
3. Pengelolaan risiko[1]
- Penerapan
Manajemen Risiko
Jenis-jenis
cara mengelola risiko:
a) Risk avoidance
Yaitu
memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung risiko sama sekali.
Dalam memutuskan untuk melakukannya, maka harus dipertimbangkan potensial
keuntungan dan potensial kerugian yang dihasilkan oleh suatu aktivitas.
b) Risk reduction
Risk
reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan metode yang
mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko ataupun mengurangi dampak
kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
c) Risk transfer
Yaitu
memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui suatu kontrak (asuransi)
maupun hedging.
d) Risk deferral
Dampak
suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi menunda aspek suatu
proyek hingga saat dimana probabilitas terjadinya risiko tersebut kecil.
e) Risk retention
Walaupun
risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara mengurnagi maupun mentransfernya,
namun beberapa risiko harus tetap diterima sebagai bagian penting dari
aktivitas.[2]
Situasi lingkungan eksternal dan
internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin
kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan
praktek tata kelola Bank yang sehat (good corporate governance) dan penerapan
manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif pengurus Bank, kebijakan,
prosedur dan penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan,
sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern.
Penerapan manajemen risiko
tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas
pengawasan Bank.
Bagi bank, penerapan manajemen
risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada
pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan
metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas
ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat
mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada
instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan
infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing
Bank.
Bagi otoritas pengawasan Bank,
penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan
kerugian yang dihadapi Bank yang dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai
salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank.
Esensi dari penerapan manajemen
risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga
kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang
dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan
kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka tidak
terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank
sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan
fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank.
Risiko dalam konteks perbankan
merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated)
maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko,
maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan
cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks)
maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang
bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.
Setelah dilakukan identifikasi
risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut-turut Bank perlu melakukan
pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan
agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada kegiatan
usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang
seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara
itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi
terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang
berdampak pada permodalan Bank.
Hasil pemantauan yang mencakup
evaluasi terhadap eksposur risiko tersebut dilaporkan secara tepat waktu,
akurat dan informatif yang akan digunakan oleh pihak pengambilan keputusan
dalam suatu Bank, termasuk tindak lanjut yang diperlukan. Selanjutnya
berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Bank melakukan pengendalian risiko
antara lain dengan cara penambahan modal, lindung nilai, dan teknik mitigasi
risiko lainnya. Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko bisnis
yang berkaitan erat dengan pengelolaan usahanya sebagai perantara keuangan.
Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, risiko bisnis yang dihadapi juga
berkembang secara luas yang antara lain mencakup risiko kredit, risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, dan lain sebagainya. Dalam
rangka meminimalisir risiko kerugian, Bank
wajib melaksanakan transaksi tersebut dengan berpedoman pada kebijakan
dan prosedur penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dengan berlandaskan
pada prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Bank Indonesia
telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia, antara lain :
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003; tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko
Pasar (Market Risk); dan
Nomor 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang
Posisi Devisa Netto Bank Umum.
SE BI No. 5/21/DPNP tgl. 29 September 2003 perihal
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Tujuan utama dari Peraturan
tersebut diatas adalah menjaga agar aktivitas operasional yang dilakukan Bank
tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan Bank untuk menyerap kerugian
tersebut ataupun membahayakan kelangsungan usaha Bank. Pengelolaan seluruh
aktivitas Bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem
pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif serta mampu menganalisa dan
mengelola seluruh risiko yang terkait.
Ruang lingkup Kebijakan Manajemen
Risiko sebagaimana dimaksud dalam PBI tersebut, sekurang-kurangnya memuat :
Penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi
perbankan;
Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem
informasi Manajemen Risiko;
Penentuan limit dan penetapan toleransi risiko;
Penetapan penilaian peringkat risiko;
Penyusunan rencana darurat (contingency Plan) dalam
kondisi terburuk (worst cace scenario);
Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan
Manajemen risiko.
Berkaitan dengan hal tersebut
diatas, setiap Bank WAJIB menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman
bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan
dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional masing-masing,
sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank
atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.[3]
- Pengawasan
Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah
Komisaris merupakan organ
perseroan yang memegang fungsi pengawasan. Dalam praktik ini terdiri dari
beberapa orang, sehingga lebih dikenal dengan dewan komisaris. Dewan komisaris
adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan /
atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada dewan
direksi.
Bank Syari’ah sebagai lembaga
yang berbadan hukum PT memiliki organ bernama Dewan komisaris. Hal ini
dipertegas dengan ketentuan pasal 28 UU perbankan Syariah yang menyatakan
bahwa:
Ketentuan yang mengenai syarat,
jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab,
serta hal lain yang menyangkut dewan komisaris dan direksi bank syari’ah
diatur dalam anggaran dasar bank syariah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan.
Dewan komisaris melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasehat kepada direksi.
Kesemuanya itu dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan. Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasehat yang
dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan
tertentu tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh sesuai dengan
maksud serta tujuan perseroan.
Dan perseroan harus mempunyai
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
Maksud dan tujuan perseroan ini
menjadi dasar kewenangan dan batasan bagi dewan komisaris dalam menjalankan
tugasnya dibidang pengawasan. Artinya apabila ia melanggar maksud dan tujuan
perseroan maka ia dapat dimintai pertanggung jawaban yang tidak terbatas oleh
pihak – pihak yang merasa dirugikan, hal ini misalnya komisaris membiarkan
direksi melakukan tindakan yang merugikan perseroan. Padahal sudah sepantasnya
dewan komisaris perlu memberikan pertimbangan terhadap kegiatan dimaksud.
2.
Pertanggung jawaban secara pribadi.
Setiap anggota dewan komisaris
ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud
diatas. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota dewan komisaris atau
lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota dewan komisaris. Ketentuan ini menegaskan bahwa apabila dewan komisaris
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada
perseroan karena pengurusan yang dilakukan oleh direksi, anggota dewan
komisaris tersebut ikut bertanggungjawab sebatas dengan kesalahan atau
kelalaiannya.
Anggota dewan komisaris tidak
dapat dibertanggungjawabkan kerugian sebagaimana dimaksud apabila dapat
dibuktikan:
a) Telah
melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati hatian untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
b) Tidak
mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian;dan
c) Telah
memberikan nasehat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
3.
Pertanggung jawaban dalam kepailitan Perseroan.
Dalam hal terjadi kepailitan
disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan
pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan
perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan
tersebut, setiap anggota dewan komisaris secara tanggung renteng ikut
bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah
tidak menjabat lima tahun sebelum putusan pernyatan pailit di ucapkan.
Anggota Dewan komisaris tidak
dapat dimintai pertanggungjawabanatas kepailitan perseroan apabila dapat
membuktikan:
a)
Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
b) Tidak
melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
c) Tidak
mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan oleh direksi yang mengakibatkan kepailitan;dan
d) Telah
memberikan nasehat kepada direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Dewan komisaris mempunyai kewajiban untuk :
membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan
salinannya.
Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan
sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain
Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang
telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
Risalah rapat Dewan komisaris
memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan putuskan dalam rapat tersebut. Yang
dimaksud dengan salinannya adalah salinan risalah rapat dewan komisaris karena
asli risalah tersebut dipelihara direksi sebagaimana dimaksud pasal 100 UUPT
bahwa setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
B. Direksi
a)
Pengertian
Direksi adalah Organ Perseroan
yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.[11]
b)
Pertanggungjawaban secara pribadi
Setiap anggota direksi
bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan jika yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan tidak
bertanggungjawab dan beritikad baik.
Direksi menjalankan pengurusan
Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.
Anggota Direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
dapat membuktikan:
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
Atas nama Perseroan, pemegang
saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri
terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pasal 97 tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan
/ atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
c)
Pertanggungjawaban dalam hal kepailitan Perseroan.
Direksi tidak berwenang
mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga
sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud, terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang
tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah
menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan. Anggota Direksi tidak bertanggungjawab
atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat
membuktikan:
kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
telah melakukan pengurusan dengan itikad baik,
kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan;
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
C. Anggota
dewan direksi dan dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan
1) Tidak termasuk kedalam daftar orang orang yang
dilarang menjadi pemegang saham dan atau pengurus bank sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh bank indonesia.
2) Menurut penilaian bank Indonesia yang
bersangkutan memiliki kompetensi dan integritas yang baik, yaitu pihak pihak
yang:
Memiliki akhlak dan moral yang baik.
Mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku.
Memiliki komitmen yang tinggi dalm mengikuti fatwa
dewan syariah nasional.
Memiliki kemampuan dalam
menjalankan tugas dan atau reputasi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai
dengan prinsip syariah.
Sebagaimana dalam pasal 22 PBI No
6/24/PBI/2004, menjelaskan bahwa bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh
pihak asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota direksi dan
dewan komisaris. diantara anggota direksi dan dewan komisaris bank, sekurang
kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota direksi dan 1 (satu) orang anggota
dewan komisaris berkewarganegaraan indonesia.[17]
Sedangkan Dalam jajaran direksi
Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 wajib terdapat 1 (satu) orang
direktur yang bertugas untuk memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap
pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 24 PBI No 6/24/PBI/2004,
menguraikan mengenai larangan yang harus di patuhi oleh dewan direksi Bank,
yaitu:
Sesama anggota dewan direksi saling memiliki
hubungan keluarga sampai derajat kedua termasuk besan.
Saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat
kedua termasuk besan dengan anggota dewan komisaris.
Merangkap jabatan sebagai anggota direksi, dewan
komisaris atau pejabat eksekutif pada bank, perusahaan atau lembaga lain.
Memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima per
seratus) dari modal disetor pada suatu perusahaaan lain, baik secara sendiri –
sendiri atau bersama – sama.
Memberikan kuasa umum pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.
Dewan Komisaris terdiri atas 1
(satu) orang anggota atau lebih. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1
(satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak
dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan
Komisaris.
Beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi oleh anggota dewan komisaris adalah sebagai berikut :
a)
Wajib memiliki pengetahuan dan atau pengalaman di bidang perbankan.
b)
Hanya dapat merangkap jabatan sebagai berikut:
Anggota dewan komisaris sebanyak – banyaknya pada
satu bank lain.
Anggota dewan komisaris, direksi,
atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggungjawab penuh sebanyak – banyaknya
pada 2 (dua) lembaga / perusahaan lain bukan bank.
Dilarang saling memiliki hubungan
keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota dewan komisaris.
Adapun ketentuan dan persyaratan
terhadap direksi dan dewan komisaris untuk BPRS pada umumnya adalah sama dengan
bank syariah. Namun ada beberapa perbedaan seperti yang dijelaskanpada PBI No
6/17/PBI/2004 berikut ini:
Anggota Direksi dan Dewan komisaris wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a)
Integritas, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik, komitmen untuk
mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku, komitmen yang tinggi
terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, dan tidk termasuk dalam
daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh bank
indonesia.
b)
Kompetensi, yaitu :
bagi calon direksi:
Memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai
dan relevan dengan jabatannya.
Memiliki pengalaman dan keahlian dibidang perbankan
dan atau bidang keuangan.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan
strategis dalam rangka pengembangan BPRS yang sehat.
Yang dapat diangkat menjadi
anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum,
kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
dinyatakan pailit;
menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan sebagaimana
dimaksud diatas tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang
menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada dibuktikan dengan surat yang
disimpan oleh Perseroan.
Bagi calon Komisaris :
Memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai
dan relevan dengan jabatannya dan atau
Memiliki pengalaman dibidang perbankan.
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris
adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
dinyatakan pailit;
menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang
berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Adapun jumlah anggota direksi
BPRS sekurang kurangnya 2 (dua) Orang dan sekurang kurangnya 50 % (Lima puluh
persen) dari anggota direksi termasuk direktur utama. Anggota direksi BPRS
wajib berpengalaman operasional sekurang kurangnya;
1 (satu) tahun sebagai pejabaat dibidang pendanaan
dan atau pembiayaan diperbankan syariah atau
4 (empat) tahun sebagai pegawai dibidang pendanaan
dan pembiayaaan diperbankan syariah,atau
2 (dua) tahun sebagai pejabat dibidang pendanaan dan
atau perkreditan diperbankan konvensional dan memiliki pengetahuan dibidang
perbankan syariah.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh direksi
adalah sebagai berikut:
a)
Berpendidikan formal minimal setingkat diploma III atau sarjana muda;
b) Bagi
anggota direksi lain yang belum berpengalaman perbankan syariah wajib mengikuti
pelatihan perbankan syariah;
c) Direktur
utama BPRS wajib berasal dari pihak independen terhadap pemegang saham
pengendali;
d) Dilarang
mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat pertama, termasuk dengan
sesama anggota direksi atau anggota dewan komisaris;
e) Dilarang
merangkap jabatan sebagai anggota direksi, komisaris atau pejabat eksekutif
pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga lain;
f) Dilarang
memabrikan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa
batas;
g) Seluruh
anggota direksi BPRS harus berdomisili dekat dengan tempat kedudukan kantor
pusat BPRS.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh anggota
dewan komisaris adalah sebagai berikut:
Jumlah anggota dewan komisaris
sekurang kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak banyaknya 3 (tiga) orang
Sekurang kurangnya 1 (satu) orang anggota dewan
komisaris wajib berdomisili dekat dengan kedudukan BPRS.
Wajib memiliki pengetahuan dan atau berpengalaman
dibidang perbankan atau dibidang
keuangan lainnya.
Merangkap jabatan hanya dapat dilakukan sebagai
berikut:
Anggota dewan komisaris, sebanyak banyaknya pada 3
(tiga) bank lain,atau
Anggota dewan komisaris, direksi
atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak banyaknya
pada 2 (dua) lembaga /perusahaan lain bukan bank.
Calon anggota direksi atau dewan
komisaris di bank islam dan BPRS wajib memperoleh persetujuan ari bank
Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya oleh rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota dengan berpedoman pada ketentuan perundang undangan
yang berlaku. Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh
bank kepada gubernur bank Indonesia dan wajib disertai dengan dokumen – dokumen
yang berkaitan dengan calon anggota direksi dan dewan komisaris.
Dalam rangka memberikan
persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut Bank Indonesia melakukan :
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran
dokumen;dan
Wawancara terhadap calon anggota dieksi atau dewan
komisaris.
Adapun persetujuan atau penolakan
atas pengajuan calon anggota direksi dan atau dewan komisaris diberikan
selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dokumen permohonan diterima
secara lengkap.
Dalam hal rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota telah mengangkat calon anggota direksi dan atau calon
anggota dewan komisaris sebelum persetujuan Bank Indonesia dan apabila Bak
Indonesia tidak mnyetujui pihak pihak yang dimaksud, maka bank wajib mengajukan
kembali calon anggota direksi dan atau calon anggota dewan komisaris atau
sesuai dengan ketentuan. Dalam hal rapat umum pemegang saham atau rapat anggota
membatalkan pngangkatan calon anggota direksi atau calon anggota dewan
komisaris yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, maka bank wajib melaporkan
pembatalan tersebut kepada bank indonesia, selambat –lambatnya 10 (sepuluh)
hari setelah tanggal pembataaln pengangkatan, disertai dengan fotocopy notulen
rapat umum pemegang saham atau fotocopy notulen rapat anggota. pengangkatan
anggota direksi dan atau dewan komisaris wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia selmbat lambatnya 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pengangkatan efektif, disertai dengan fotocopy
notulen rapat umum pemegang saham atau fotocopy notulen rapat anggota.[4]
DASAR HUKUM
Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Perkreditan Rakyat berdasarkan
Prinsip Syariah.
Peraturan Bank Indonesia
No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang
berdasarkan Prinsip Syariah yang lalu di ubah dengan Peraturan Bank
Indonesia No.7/35/PBI/2005 tanggal 29
September 2005 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang
berdasarkan Prinsip Syariah.
Peraturan Bank Indonesia
No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum
Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Semua Peraturan Bank Indonesia
(PBI) tersebut mewajibkan setiap Bank
Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).
PENGERTIAN UMUM DAN KEANGGOTAAN DPS
Dewan Pengawasan Syariah
merupakan pihak terafiliasi dan bagian dari Bank. DPS adalah dewan yang
melakukan pengawasan terhadap Prinsip Syariah yang dipakai dalam menjalankan
kegiatan usaha Bank Syariah secara independen.
Setiap Bank Umum Syariah atau
Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah harus memiliki setidaknya
2-5 orang sebagai anggota Dewan Pengawasan Syariah. Sedangkan untuk Bank
Pengkreditan Rakyat Syariah setidaknya memiliki 1-3 orang anggota DPS. Jika
anggota DPS di setiap lembaga keuangan syariah memiliki lebih dari satu anggota
maka salah satu dari anggota tersebut harus menjadi ketua DPS dilembaga
Keuanngan Syariah tersebut.
PERSYARATAN ANGGOTA DPS
Persyaratan utama bagi anggota
Dewan Pengawas Syariah adalah mereka harus memiliki kemampuan di bidang Hukum
Muamalah, Hukum Ekonomi dan Perbankan. Selain itu, anggota DPS juga wajib
memenuhi persyaratan berikut;
Integritas
Kompetensi, dan
Reputasi keuangan
Anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas
tersebut, antara lain adalah pihak-pihak yang;
Memiliki akhlak dan moral baik
Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan
perbankan syariah yang sehat.
Tidak termasuk daftar TIDAK LULUS sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Anggota DPS yang memenuhi
persyaratan kompetensi merupakan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan serta
pengetahuan di bidang keuangan secara umum.
Sedangkan anggota DPS yang
memenuhi persyaratan reputasi keuangan adalah pihak-pihak yang;
Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.
Tidak pernah dinyatakan failed atau menjadi direksi
atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan
failed dalam waktu 5 tahun sebelum dicalonkan.
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB DPS
Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab Dewan Pengawas
Syariah(DPS) antara lain;
Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan
operasional Bank terhadap fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional.
Dan produk yang dikeluarkan Bank.
Memberikan opini dari aspek syariah terhadap
pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.
Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa
untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
Menyampaikan hasil pengawasan syariah
sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank
Indonesia.
PROSEDUR PENERAPAN ANGGOTA DPS
Sebelum mendapat penetapan dari
DSN-MUI dan persetujuan dari Bank Indonesia pihak Bank wajib mengajukan calon
untuk anggota DPS. Permohonan Pengajuan ini ditunjukan kepada Bank Indonesia
setelah mendapat rekomendasi dasi DSN-MUI.
Ada 2 hal yang dilakukan Bank
Indonesia dalam hal memberikan persetujuan atas permohonan anggota DPS, yaitu;
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
Melakukan wawancara kepada calon anggota DPS.
2 hal
tersebut dilakukan untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia khususnya untuk
kompetensi mengenai pemahaman operasional Bank Syariah. Sedangkan penetapan
dari DSN-MUI dilakukan untuk kompetensi pemahaman mengenai Prinsip Syariah.
Sedangkan prosedur surat permohonannya adalah
sebagai berikut;
15 hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank
Indonesia, permohonan untuk mendapatkan penetapan DSN-MUI sudah wajib
disampaikan.
30 hari sejak diterbitkanya surat persetujuan Bank
Indonesia, DSN-MUI wajib menetapkan calon untuk anggota DPS.
10 hari setelah pengangkatan anggota DPS, anggota
DPS melalui Bank wajib melaporkan diri kepada Bank Indonesia.
KEWAJIBAN BANK SYARIAH TERHADAP DPS
Bank Syariah wajib memberikan fasilitas kepada DPS
guna mendukung kinerja pengawasan syariah untuk melaksanakan tugas serta
wewenang dan tanggungjawab selaku DPS, antara lain;
Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait
dengan pelaksanaan tugasnya serta mengklarifikasikannya kepada manajemen Bank.
Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi
syariah kepada manajemen Bank.
Memperoleh fasilitas yang memadai untuk melaksanakan
tugas secara efektif.
Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.
JUMLAH ANGGOTA DPS DAN PERANGKAPAN KEANGGOTAAN DPS
DPS dapat melakukan perangkapan
jabatan dalam rangka penerapan prinsip Good Corporate Governance dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, maka DPS dapat melakukan perangkapan jabatan
dengan ketentuan sebagai berikut;
Jumlah anggota DPS
sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah,
sedangkan untuk BPRS anggota DPS sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.
Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota
DPS lain sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.
Anggota DPS dapat merangkap jabatannya sebagai
anggota DSN-MUI sebanyak 2 orang dari lembaga keuangan Syariah.
Dasar hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu;
Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah sebelum dikeluarkannya PBI No.6/24/PBI/2004
yang telah diubah dengan PBI No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 harus
disesuaikan selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007.
Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI
No.6/17/PBI/2004 harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.[5]
DAFTAR PUSTAKA
[1]
https://www.academia.edu/9860893/PROSES_MANAJEMEN_RISIKO
[2]
https://www.academia.edu/9860893/PROSES_MANAJEMEN_RISIKO
[3]
https://belajarperbankangratis.blogspot.co.id/2012/07/latar-belakang-penerapan-manajemen.html
[4]
https://duwexmalless.wordpress.com/2013/12/30/makalah-tentang-tugas-dewan-komisaris-dan-dewan-direksi-dalam-perbankan-syariah/
[5]
https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar