BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam saat ini
menjadi sebuah ilmu yang sedang dipelajari atau sedang banyak diminati. Ilmu
yang didasarkan pada ajaran – ajaran Islam, khususnya di Bidang Ekonomi,
mempermudah manusia dalam melakukan kegiatan – kegiatan ekonomi. Ekonomi Islam
tentu memiliki “takaran” atau ukuran yang pas yang menguntungkan mereka yang
melakukan kegiatan ekonomi. Dan dijamin ilmu ini sah secara agama, atau dengan
kata lain tidak berdosa karena tidak melanggar aturan – aturan yang sudah
ditetapkan.[1]
Untuk itulah pada
kesempatan kali ini kelompok kami akan coba mencari tahu tentang ilmu ekonomi
islam secara lebih rinci yaitu mulai dari pengertian ekonomi islam, metodologi
yang dipakai dalam ekonomi islam, sumber hukum yang digunakan dalam ekonomi
islam, konsep riba dan perbandingan antara ekonomi islam dengan ekonomi
konvensional.
Kami mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang kami cantumkan dalam rumusan masalah dari
kutipan-kutipan laman website di google, sumber bacaan lain berupa artikel,
majalah islam dan buku referensi terkait ekonomi islam
Semoga apa yang kami
tuangkan dalam makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan pembaca makalah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
ekonomi islam
2.
Apa metodologi
yang digunakan dalam ekonomi islam
3.
Apa sumber hukum
yang dipakai dalam ekonomi islam
4.
Apa konsep riba
5.
Apa perbandingan
ekonomi islam dengan ekonomi konvensional
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui, memahami dan menjelasakan
pengertian dari ekonomi islam
2. Untuk untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
metodologi yang digunakan dalam ekonomi islam
3. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan sumber
hukum yang dipakai dalam ekonomi islam
4. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan konsep
riba
5. Untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
perbandingan antara ekonomi islam dengan ekonomi konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI EKONOMI ISLAM
Ekonomi Islam merupakan
ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum
dalam rukun iman dan rukun Islam. Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan
kegiatan bisnis (berusaha) guna memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi mereka.
Rasulullah SAW sendiri terlibat di dalam kegiatan bisnis selaku pedagang
bersama istrinya Khadijah.[2]
Penggunaan istilah
ekonomi islam digunakan bergantian dan memiliki makna yang sama dengan ekonomi
syariah. Oleh karena itu, pengertian ekonomi islam juga semakna dengan
pengertian ekonomi syariah.
1. Pengertian Ekonomi Islam menurut Bahasa :
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari
perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam
dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun
Islam.
2.
Pengertian Ekonomi Islam menurut Istilah :
Pengertian ekonomi Islam adalah segala aktivitas
perekonomian beserta aturan-aturannya yang didasarkan kepada pokok-pokok ajaran
Islam tentang ekonomi.[3]
3.
Pengertian Ekonomi Islam menurut para ahli :
Pengertian Ekonomi Islam menurut
Muhammad Abdul Manan adalah cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diangkat dari nilai-nilai islam. Beliau
mengatakan bahwa ekonomi islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan
lengkap yang didasarkan pada empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu
Alquran, sunnah, ijma dan qiyas.
Menurut M.M. Matewally,
Pengertian Ekonomi Islam ialah ilmu yang mempelajari perilaku muslim dalam
suatu masyarakat islam yang mengikuti Alquran, Sunnah, Qiyas dan Ijma. Beliau
memberikan alasan bahwa dalam ajaran islam tersebut, perilaku seseorang dan
masyarakat dikendalikan ke arah bagaimana memenuhi kebutuhan dan menggunakan
sumber daya yang ada.
Hasanuz Zaman
mengungkapkan Pengertian Ekonomi Islam yaitu pengetahuan, aplikasi dan aturan
syariah yang mencegah ketidakadilan dalam permintaan dan pembuangan sumber daya
material untuk memberikan kepuasan kepada manusia dan memungkinkan mereka untuk
melakukan kewajiban mereka kepada Allah dan masyarakat.
Pengertian Ekonomi
Islam menurut Monzer Kahf adalah bagian dari ilmu ekonomi yang memiliki sifat
interdisipliner dalam arti kajian ekonomi islam tidak dapat berdiri sendiri
tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan
ilmu pendukungnya, yang lintas keilmuan termasuk di dalamnya terhadap ilmu-ilmu
yang berfungsi sebagai tool of analysis; seperti matematika, statistik, logika,
ushul fiqh.
Menurut M. N. Siddiqi,
Pengertian Ekonomi Islam ialah
"pemikir muslim" respon terhadap tantangan ekonomi zaman mereka.
Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Alquran dan sunnah serta dengan alasan dan
pengalaman
Dawam Rahardjo
mengatakan Pengertian Ekonomi Islam dapat dibagi kedalam tiga arti. Pertama,
yang dimaksud ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau
ajaran islam. Kedua, yang dimaksud
ekonomi islam ialah sebagai suatu sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu
pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan
suatu cara atau metode tertentu. Ketiga, ekonomi islam dalam pengertian
perekonomian umat islam. Ketiga wilayah tersebut, yaitu teori, kegiatan dan
sistem ekonomi umat islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk sebuah
sinergi.[4]
- Metodologi
Ekonomi Islam
Metodologi yaitu cara
bagaimana suatu ilmu disusun, merupakan suatu yang amat penting bagi ilmu
pengetahuan, sebab hal inilah yang membedakan pengetahuan yang disebut ilmu dan
yang bukan ilmu.[5]
Munculnya metodologi
ekonomi konvensional atau bermula atau berawal dari metode ilmiah. Sedangkan
metodologi Ekonomi Islam berawal dari metode ushul fiqh, tapi kemudian
digabungkan dengan metode ilmiah dengan skema sebagai berikut:
Penjelasan:
1. Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sumber utama
metodologi.
2. Ilmu ushul fiqh yaitu metodologi yang mengikat
Ekonomi Islam.
3. Metodologi ilmiah tetap dibenarkan selama
tidak bertentangan dengan agama.
4.
Peluang untuk mendapatkan kebenaran dari 2 sumber tersebut (ushul fiqh
dan metode ilmiah) adalah sama.[6]
Kita sudah mengetahui
bahwa tujuan utama ekonomi islam adalah untuk mencapai falah. sehingga dalam
pencapaian falah tersebut harus sesuai dengan syariat islam. Metodologi islam
sangat diperlukan dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul dari
ekonomi islam. Karena tujuan utama metodologi adalah mencari kebenaran.
Metodologi didapat dari Pengetahuan, namun pengetahuan ini harus dapat
dibuktikan apakah hipotesa-hipotesanya bisa dibuktikan kebenarannya atau tidak.
Ilmu pengetahuan merupakan suatu cara yng sistematis untuk memecahkan masalah
kehidupan manusia yang mendasarkan segala aspek tujuan (ontologis), metode
penurunan kebenaran ilmiah (epistemologis) yang didasarkan pada kebenaran
deduktif (wahyu ilahi) yang didukung oleh kebenaran induktif (empiris) ayat
kauniyah, dan nilai-nilai ( aksiologis) yang terkadung dalam ajaran islam.
Ilmu pengetahuan
berkaitan dengan alam raya secara fisik yang dapat dikenali oleh panca indera,
bertumpu pada akal untuk berusaha mendeskripsikan, menganalisis, dan kemudian
memprediksi fakta-fakta empiris untuk berbagai kepentingan manusia. Dan Ilmu
pengetahuan dikuasai untuk dijadikan alat untuk mencapai kesejahteraan manusia
dalam mendayagunakan dan memanfaatkan lingkungannya dengan baik. Ada tiga macam
pendekatan dalam metodologi ekonomi islam yaitu pendekatan bayani (wahyu),
pendekatan burhani (akal) dan pendekatan irfani.[7]
- Sumber
Hukum Ekonomi Islam
Sebagai ajaran yang
komprehensif, hukum ekonomi Islam dibangun atas dasar kaidah ushul fiqh
mu’amalah, qawa’id fiqh dan falsahah Hukum Islam dimana segala sesuatu yang
tidak dilarang oleh Quran dan Sunnah adalah halal. Dengan demikian sebagian
besar ekonom Muslim memahami ekonomi Islam sebagai suatu teori dan praktek
ekonomi yang menghindari segala transaksi yang mengandung dengan riba (bunga),
maisir (judi) dan gharar (spekulasi), menghindari dilakukannya peningkatan
kesejahteraan seseorang dengan cara yang bathil atau merugikan orang lain,
menekankan pada aspek keadilan daripada efisiensi, tidak melakukan investasi
dan transaksi pada produk-produk yang dilarang, dan berupaya mewujudkan
kesejahtaraan sosial yang didukung oleh zakat dan amal sholeh lainnya.
1. Sumber hukum dari Al-Qur’an
Sumber hukum Islam yang
abadi dan asli adalah kitab suci Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan amanat
sesungguhnya yang disampaikan Allah melalui ucapan Nabi Muhammad SAW untuk
membimbing umat manusia. Amanat ini bersifat universal, abadi dan fundamental.
Al-Quran tidak hanya
memberi tuntutan dalam bidang keagamaan saja, Al-Qur’an juga menjelaskan aturan
dalam bidang sosial, politk bahkan juga dalam bidang ekonomi.
Al-Qur’an memberikan
hukum – hukum ekonomi yang sesuai dengan tujuan dan cita – cita ekonomi Islam
itu sendiri. Al-Qur’an memberi hukum – hukum ekonomi yang dapat menciptakan
kesetabilan dalam perekonomian itu sendiri.
QS. Ar-Ruum: 39 “Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yakan ng berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalaya).”
QS. Al-Baqarah: 278:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
2. Sumber hukum dari Hadist dan
As-sunnah
Dalam konteks hukum
islam, sunnah yang secara harfiah berarti “cara, adat istiadat, kebiasaan
hidup” mengacu pada perilaku Nabi SAW yang dijadikan teladan; sunnah sebagian
besar didasarkan pada praktek normatif masyarakat di zamannya. Pengertian
sunnah jadi mempunyai arti tradisi yang hidup pada masing – masing generasi
berikutnya.
Sebagai sumber hukum
ekonomi Islam, sunnah memberi gambaran prilaku Rasulullah dalam melakukan
kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari – hari yang dilakukan Beliau, dan
sesuai dengan dengan tujuan syar’i.
Contoh hadist tentang kesucian hak
milik:
Dari Abu Hurairah tentang seseorang yang
bertanya pada Rasulullah: “Wahai Rasulullah ! Bagaimana pendapatmu jika ada
orang yang ingin mengambil hartaku?” Beliau menjawab, “ jangan kamu berikan
hartamu kepadanya!” ia bertanya lagi “jika ia menyerang untuk membunuhku?”
Beliau menjawab,”seranglah ia!” ia bertanya lagi, “bagaimana pendapat anda jika
bila ia membunuhku?” Beliau menjawab,” kamu adalah seorang yang syahid” ia
bertanya lagi “bagaimana bila saya membunuhnya?” Beliau menjawab,” ia masuk
neraka”
3. Sumber hukum dari Ijma’
Ijma’ merupakan
konsensus baik dari masyarakat maupun para cendikiawan agama. Perbedaan
konseptual antara sunnah dan ijma terletak pada kenyataan bahwa sunnah pada pokoknya
terbatas pada ajaran – ajaran Nabi dan diperluas kepada para sahabat karena
mereka merupakan sumber bagi penyampaiannya, sedangkan ijma’ adalah suatu
prinsip isi hukum baru yang timbul sebagai akibat dalam melakukan penawaran dan
logikanya menghadapi suatu masyarakat yang meluas dengan cepat.
Setiap zaman memilik
masalahnya sendiri – sendiri yang tentunya berbeda dengan zaman lainnya,
termasuk dalam masalah ekonomi. Bahkan bukan hanya setiap zaman, tetapi setiap
kondisi memiliki masalah ekonominya sendiri. Dari sini masyarakat ataupun
cendikiawan ekonomi Islam yang ada dalam kondisi tersebut melahirkan konsep
baru yang sesuai dengan konisi yang ada tanpa keluar dari tujuan ekonomi Islam
itu sendiri.
4. Ijtihad dan Qiyas
Secara teknik, ijtihad
berarti “meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit banyaknya kemungkinan
suatu persoalan syariat. Pengaruh hukumnya ialah bahwa pendapat yang
diberikannya mungkin benar, walaupun mungkin saja keliru.
Ijtihad merupakan
penafsiran kembali dasar hukum ekonomi Islam seperti Al-Qur’an dan hadits untuk
disesuaikan dengan kondisi yang ada. Qiyas adalah persamaan hukum suatu kasus
dengan kasus lainnya karena kesamaan illat hukumnya yang tidak dapat diketahui
melalui pemahaman bahasa secara murni.
5. Maslahah Mursalah
Tidak ada ketegasan
hukum dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga kita dapat melihat apakah hal
tersebut lebih banyak maslahatnya atau mudharatnya.
6. Istishab dan Istishan
Memperlakukan hukum
yang sudah berlaku atau kembali ke hukum asal sampai terdapat dali yang
menunujukkan perubahannya. Istishan adalah menghitung – hitung sesuatu dan
menganggapnya kebaikan menurut akal pada mujtahid.
7. Urf
Adat istiadat atau
kebiasaan yang sudah seperti menjadi adat istiadat namun tetap tidak menyalahi
aturan Islam.[8]
- KONSEP
RIBA
Riba secara bahasa
bermakna; ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba
juga berarti tumbuh dan membesar.[9]
Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil.[10]
Kata riba juga berarti
; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba atau ar-rima makna asalnya ialah
tambah tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba adalah
tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan
syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti
yang disyaratkan dalam Al-Qur’an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa
inggris sebagai “usury” yang artinya “the act of lending money at an exorbitant
or illegal rate of interest” sementara para
ulama’ fikih mendefinisikan riba dengan “ kelebihan harta dalam suatu muamalah
dengan tidak ada imbalan atau gantinya”. Maksud dari pernyataan ini adalah
tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang
harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo.[11]
Ada beberapa pendapat
dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan
bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun
pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam
Islam. Mengenai hal ini Allah mengingatkan dalam Al-Quran Surat An-Nisa’ :
29
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman janganah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan
batil.
Dalam kaitanya dengan pengertian
al-batil dalam ayat tersebut, ibnu ArobiAl-Maliki menjelaskan seperti yang
dikutif oleh Afzalurrohman.[12]
“ pengertian riba’
secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Al-Qur’an
yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau
penyeimbang yang dibenarkan syari’ah.
Yang dimaksud dengan
transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang
melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual
beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa
membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk
menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil
misalnya, sesudah dipakai maka nilai ekonomisnya pasti menurun jika
dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas
imbalan barang yang diterimanya.
Demikian juga dalam
proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapatkan keuntungan
karena disamping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan
resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam transaksi simpan
pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam
bunga tanpa adanya suatu penyeimbangan yang diterima si peminjam kecuali
kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut.
Namun, yang tidak adil disini adal peminjam diwajibkan untuk selalu dan pasti
untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. Demikian juga dana itu tidak
akan berkembang dengan sendirinya, hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada
faktor orang yang menjalankan dan
mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untung
bisa saja rugi.[13]
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.
Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok yang
pertama terbagi lagi menjadi riba jahiliyah dan qardh. Sedangkan kelompok kedua
riba jual beli terbagi menjadi riba Afdhl dan riba nasi’ah. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:[14]
1.
Riba Qardh
Suatu manfaat atau
tingkat kelebihan tertentu yang disaratkan terhadap yang berhutang (Muqtaridh).
2.
Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih
dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu
yang ditentukan.
3.
Riba fadhl
Pertukaran antar barang
sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang
dipertukarkan itu termasuk jenis barang ribawi.
4.
Riba nasi’ah
Penangguhan, penyerahan
atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang
ribawi lainya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan
atau tambahan antar yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.[15]
- Perbandingan
Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional
Selanjutnya kita akan
membahas mengenai perbedaan umum antara ekonomi Islam dan Konvensional yang
dapat diterangkan dalam tabel berikut:
Bila dilihat dari
berbagai aspek inilah perbedaan antara sistem ekonomi islam dengan ekonomi
islam :
No
|
Keterangan
|
Islam
|
Konvensional
|
1
|
Sumber
|
Al-Quran
|
Daya fikir manusia
|
2
|
Motif
|
Ibadah
|
Rasional matearialism
|
3
|
Paradigma
|
Syariah
|
Pasar
|
4
|
Pondasi dasar
|
Muslim
|
Manusia ekonomi
|
5
|
Landasan fillosofi
|
Falah
|
Utilitarian individualism
|
6
|
Harta
|
Pokok
kehidupan
|
Asset
|
7
|
Investasi
|
Bagi hasil
|
Bunga
|
8
|
Distribusi kekayaan
|
Zakat,
infak, shodaqoh, hibah, hadiah, wakaf dan warisan.
|
Pajak dan tunjangan
|
9
|
Konsumsi-produksi
|
Maslahah,
kebutuhan dan kewajiban
|
Egoism, materialism, dan rasionalisme
|
10
|
Mekanisme pasar
|
Bebas dan
dalam pengawasan
|
Bebas
|
Berdasarkan uraian di
atas, jelaslah perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi
konvensional. Di antara perbedaan mendasar itu adalah:
1. Rasionaliti dalam ekonomi
konvensional adalah rational economics man yaitu tindakan individu dianggap
rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang
menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Ekonomi konvensional
mengabaikan moral dan etika dan terbatas hanya di dunia saja tanpa mengambil
kira hari akhirat. Sedangkan dalam ekonomi Islam jenis manusia yang hendak
dibentuk adalah Islamic man Islamic man dianggap perilakunya rasional jika
konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang seimbang. Tauhidnya mendorong untuk yakin, Allah-lah yang
berhak membuat peraturan untuk mengantarkan kesuksesan hidup. Ekonomi Islam
menawarkan konsep rasionaliti secara lebih menyeluruh tentang tingkah laku
agen-agen ekonomi yang berlandaskan etika ke arah mencapai al-falah, bukan
kesuksesan di dunia malah yang lebih penting lagi ialah kesuksesan di akhirat.
2. Tujuan utama ekonomi Islam adalah
mencapai falah di dunia dan akhirat, sedangkan ekonomi konvensional semata-mata
kesejahteraan duniawi.
3. Sumber utama ekonomi Islam adalah
al-Quran dan al-Sunnah atau ajaran Islam.
4. Islam lebih menekankan pada konsep
need daripada want dalam menuju maslahah, karena need lebih bisa diukur
daripada want. Menurut Islam, manusia mesti mengendalikan dan mengarahkan want
dan need sehingga dapat membawa maslahah dan bukan madarat untuk kehidupan
dunia dan akhirat.
5. Orientasi dari keseimbangan konsumen
dan produsen dalam ekonomi konvensional adalah untuk semata-mata mengutamakan
keuntungan. Semua tindakan ekonominya diarahkan untuk mendapatkan keuntungan
yang maksimal. Jika tidak demikian justru dianggap tidak rasional. Lain halnya
dengan ekonomi Islam yang tidak hanya ingin mencapai keuntungan ekonomi tetapi
juga mengharapkan keuntungan rohani dan al-falah. Keseimbangan antara konsumen
dan produsen dapat diukur melalui asumsi-asumsi secara keluk. Memang untuk
mengukur pahala dan dosa seorang hamba Allah, tidak dapat diukur dengan uang,
akan tetapi hanya merupakan ukuran secara anggaran unitnya tersendiri.
Wallahua’lam bi Ash-Shawab.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil
dari pembahasan bab ii yaitu :
1.
Defiinisi
ekonomi islam Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari
dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Islam
menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis (berusaha) guna memenuhi
kebutuhan sosial-ekonomi mereka. Rasulullah SAW sendiri terlibat di dalam
kegiatan bisnis selaku pedagang bersama istrinya Khadijah.
2.
Metodologi yang
digunakan dalam ekonomi islam ada tiga macam pendekatan yaitu pendekatan bayani (wahyu), pendekatan
burhani (akal) dan pendekatan irfani.
3.
Sumber hukum
islam yang digunakan ada 7 yaitu :
a. Sumber hukum dari Al-Qur’an
b. Sumber hukum dari Hadist dan
As-sunnah
c. Sumber hukum dari Ijma’
d. Ijtihad dan Qiyas
e. Maslahah Mursalah
f. Istishab dan Istishan
g. Urf
4. Konsep riba, Riba secara bahasa
bermakna; ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba
juga berarti tumbuh dan membesar.
Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil.
5. Perbandingan ekonomi islam dengan
ekonomi konvensional
No
|
Keterangan
|
Islam
|
Konvensional
|
1
|
Sumber
|
Al-Quran
|
Daya fikir manusia
|
2
|
Motif
|
Ibadah
|
Rasional matearialism
|
3
|
Paradigma
|
Syariah
|
Pasar
|
4
|
Pondasi dasar
|
Muslim
|
Manusia ekonomi
|
5
|
Landasan fillosofi
|
Falah
|
Utilitarian individualism
|
6
|
Harta
|
Pokok
kehidupan
|
Asset
|
7
|
Investasi
|
Bagi hasil
|
Bunga
|
8
|
Distribusi kekayaan
|
Zakat,
infak, shodaqoh, hibah, hadiah, wakaf dan warisan.
|
Pajak dan tunjangan
|
9
|
Konsumsi-produksi
|
Maslahah,
kebutuhan dan kewajiban
|
Egoism, materialism, dan rasionalisme
|
10
|
Mekanisme pasar
|
Bebas dan
dalam pengawasan
|
Bebas
|
- Saran
Menyadari bahwa penulis
masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details
dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih
banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi
kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir
dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan
tentang daftar pustaka makalah.
[1]
http://pengertiandefinisi.com/pengertian-ekonomi-islam-menurut-para-ahli/
[2]
http://tugasleoespadamenejemen13unsri.blogspot.co.id/2016/04/ekonomi-islam-pengertian-tujuan-prinsip.html
[3]
http://tugasleoespadamenejemen13unsri.blogspot.co.id/2016/04/ekonomi-islam-pengertian-tujuan-prinsip.html
[4]
http://tugasleoespadamenejemen13unsri.blogspot.co.id/2016/04/ekonomi-islam-pengertian-tujuan-prinsip.html
[5]
http://yonputra.blogspot.co.id/2013/12/methodologi-ekonomi-islam-mata-kuliah.html
[6]
http://yonputra.blogspot.co.id/2013/12/methodologi-ekonomi-islam-mata-kuliah.html
[7]
http://yonputra.blogspot.co.id/2013/12/methodologi-ekonomi-islam-mata-kuliah.html
[8]
http://linafatinahberbagiilmu.blogspot.co.id/2014/05/sumber-hukum-ekonomi-islam.html
[9]
Zainuddin Ali, Hukum perbankan Syari’ah, 2008,
Jakarta : Sinar Grafika. Hal 88, lihat Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah
dari teori ke praktek, 2001, Jakarta : Gema Insani, Hal. 37. Lihat Abdullaoh
Saeed, Islamic Banking And
Interest : A Study Of The Probihition Of Riba And Itis Kontemporary.
(Laiden : E Jibril 1996)
[10]
Zainudin Ali, Hukum Perbankan
Syari’ah.................hal. 88. Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank
Syariah.....hal. 37. Lihat syafi’i Antonio. Wacana
ualama’ dan cendikiawan, central bank of Indonesia and Tazkia institute, Jakarta 1999.
[12]
Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syari’ah.................hal.
88. Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank
Syariah.....hal.38
[13]
Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syari’ah.................hal.
89. Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah.....hal. 38. Lihat Badr Ad-Din
Al-Ayni, Umdatul Qari’ syarah
Shahih Al-Bhukhari(Constatinople : Mathbaah Al-Amira. 1310 H.) Vol.-V. Hal.
4.136
[14]
Zainudin Ali, Hukum
Perbankan Syari’ah.................hal. 92. Lihat M. Syafi’i Antonio, Bank
Syariah.....hal. 41
[15]
Abdul Azis
Al-Malibari. Fath Al-Mu’in,
Surabaya : Dar Al-Ilmi, sh. 68 , lihat terjemah Fath Al-Mu’in (2). Surabaya :
Alhidayah, hal. 211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar